5 Oktober 2025 09:15

Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 137

0

Sejak Minggu 24 Oktober 2021, OPINIJATENG.COM menyajikan novel “Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang” karya Wardjito Soeharso, novelis asal Kota Semarang, secara bersambung (serial). Semoga bermanfaat. (red)

Wardjito Soeharso

OPINI JATENG –

“Tak usah dipikir. Sekarang pulihkan dulu kesehatanmu dan anakmu.” kata Iben seperti menasehati.

Lita melirik Iben, sekilas.

Lalu menarik nafas panjang.

“Anakku dan anakmu. Anak kita…” desah Lita lirih.

Iben jadi salah tingkah.

Tangannya garuk-garuk kepala yang tidak gatal.

Mulutnya menyeringai lucu.

“Ehem…iya, anak kita…” sahut Iben, masih garuk-garuk kepala.

Lita tersenyum melihat tingkah Iben.

BACA JUGA:5 Tips Menyusun Resolusi Sederhana untuk Tahun 2022 yang Lebih Bermakna

Dijulurkannya tangannya, mencubit lengan Iben.

Iben terlonjak kaget.

“Aduuuhh…!” teriaknya.

“Terus, apa rencanamu selanjutnya, Ben?” tanya Lita.

“Ada. Tapi, tak perlu aku katakan sekarang. Yang penting, kamu dan anak…kita, sehat dulu.” kata Iben pelan.

BACA JUGA:6 Cara Mudah Berlapang Dada Atas Permasalahan yang Terjadi, Begini Penjelasannya

Ada jeda ketika dia menyebut anak kita.

Suaranya masih terdengar kagok.

“Pengin tahu kabar tentang ayah?” tanya Iben selanjutnya.

“Kenapa dengan Theo? Aku sudah bukan istrinya lagi. Aku sekarang janda, Ben.” kembali Lita berkata lirih.

“Ayah juga sedang dirawat di sini. Di ruang perawatan VIP. Malam itu, menurut cerita Mbok Siti dari berita yang kubaca, setelah kamu pergi, ayah terkena serangan jantung. Mendadak duduk diam, pingsan di kursi.”

“Lalu dilarikan ke rumah sakit ini oleh Pak Anwar dan Mbok Siti. Kasus keluarga kita sudah jadi berita paling hangat di koran-koran, baik koran lokal maupun nasional.”

Lita tidak menanggapi cerita Iben tentang Theo.

Sebaliknya dia malah bertanya tentang kedua kakaknya.

BACA JUGA: Orang Tua Perlu Melek Pendidikan Literasi Digital

“Bagaimana dengan Ikang dan Ibas?” tanya Lita, matanya memandang tajam Iben.

Iben tersenyum simpul.

Lalu dia mengeluarkan handphone dari saku celananya.

“Aku sudah cerita pada Kak Ikang dan Kak Ibas. Kak Ikang secepatnya akan pulang. Sedang Kak Ibas hanya mengirim pesan singkat SMS. Nih..,” kata Iben, sambil memperlihatkan layar monitor handphonenya.

“You got the nerves, Boy. I like it. Hehehe….” Begitu pesan singkat yang Lita baca.

Lita diam sejenak.

Dia memperbaiki posisi bayinya yang masih menyusu.

Lalu tangannya meraih tangan Iben.

Digenggamnya tangan Iben dengan kencang.

Matanya menatap mata Iben.

Iben pun menatap mata Lita.

“Ben, menyesalkah kamu….?” tanya Lita lirih.

BACA JUGA: Yang Pahit dalam Hidup adalah Berharap kepada Manusia

Iben tersenyum.

Kepalanya menggeleng.

“Ta, menyesalkah kamu…..?” tanya Iben lirih.

Lita tersenyum.

Kepalanya menggeleng.

Ruangan kembali sunyi.

Detak jam dinding terdengar mengisi keheningan.

Waktu terus berjalan.

Maju bersama harapan dan penantian.

– Tamat –

KOMENTAR : weesenha@gmail.com***

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version