Rugi, ke Semarang jika Belum Mampir ke Gedung Lawang Sewu, Berani Masuk ke Ruang Bawah Tanahnya?
Gedung Lawang Sewu di Jl Pemuda Kompleks Kawasan Tugu Muda Semarang
OPINIJATENG.COM – SEMARANG – Sering ke Semarang tapi kok belum pernah masuk ke Gedung Lawang Sewu? Wah rugi lho! Apa sih Gedung Lawang Sewu itu? Mengapa disebut Lawang Sewu? Apa artinya?
Segudang pertanyaan seputar Lawang Sewu akan terjawab dalam artikel ini. Simak baik-baik ya lhuuurr….!
Begini. Gedung lawang Sewu sebenarnya bangunan perkantoran. Lokasinya kompleks atau kawasan Tugu Muda Semarang. Tepatnya di sebelah timur Tugu Muda, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Lawang Sewu dibangun pada saat penjajahan Belanda. Dulu, Lawang Sewu adalah kantor pusat Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij. Lawang Sewu ada di Jl Pemuda No 160, Kelurahan Sekayu, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah.

Nah, Kota Semarang sebenarnay banyak memiliki bangunan kolonial yang ikonik. Ada Gereja Blenduk. Ada Gedung Marba. Ada Gudang Pabrik Ropkok Prau Lajar (Perahu Layar) dll.
BACA JUGA:Yuk ke Semarang! Seru Eksplorasi Klenteng Sam Poo Kong, Kota Lama, dan Lawang Sewu
Salah satu bangunan kolonial ikonik di Kota Semarang adalah bangunan kolonial Lawang Sewu. Lawang Sewu menjadi saksi bisu keberadaan kolonialisme Belanda dan bagaimana perkembangan budaya di masa lalu.
Selain menyimpan sejarah yang sangat kelam, Lawang Sewu juga memiliki cerita – cerita magis yang semakin memberikan kesan menarik bagi para pengunjung.
Berikut sejarah Lawang Sewu.
Secara etimologis kata Lawang Sewu berasal dari bahasa Jawa yang berarti “pintu seribu”. Penyebutan Lawang Sewu didasarkan pada banyaknya jendela dan pintu yang terdapat di bangunan ini walaupun jumlahnya tidak menyentuh angka seribu.
Pada masa kolonial Belanda, gedung ini bernama Het administratiegebouw van de Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij, sebuah gedung perkantoran untuk mengurus perkeretaapian milik Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS).
BACA JUGA:Bus Trans Koetaradja Berkomitmen Beri Pelayanan Prima meskipun Gratis
Saat ini bangunan Lawang Sewu dikelola oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang dialihfungsikan menjadi museum serta galeri tentang sejarah perkeretapian di Indonesia.
Dibangun Tahun 1904 – 1919
Peletakan batu pertama pembangunan Gedung Lawang Sewu pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1919. Namun, sebelum rampung dan diresmikan, sebenarnya di gedung ini Het administratiegebouw van de Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij sudah beroperasi sejak 1907.
Lawang Sewu berdiri gagah memiliki dua bangunan utama dimana setiap bangunan memiliki dua gedung A dan B, serta C dan D.
Gedung A adalah gedung yang menghadap ke Tugu Muda serta memiliki dua menara kembar.

Bangunan ini memiliki banyak kaca patri besar, memiliki tangga utama di bagian tengah serta jalur menuju lorong bawah tanah.
Tepat di belakang gedung A, terdapat gedung B yang memiliki 3 lantai. Lantai 1 dan 2 pada gedung ini digunakan sebagai perkantoran sedangkan lantai 3 berfungsi sebagai loteng.
Sejarah Lawang Sewu
Pada tahun 1864 ketika melakukan pembangunan jalur kereta api di Indonesia, Pemerintah Kolonial Belanda mulai merancang jalur kereta api Semarang-Solo-Yogyakarta dan Kedungjati-Ambarawa.
NIS merupakan perusahaan yang bertanggungjawab dalam membangun jalur kereta api ini. Dimulai dari tahun 1864 hingga 1867.
Awalnya pembangunan jalur kereta api ini difungsikan sebagai penghubung antara Semarang sebagai bandar pelabuhan dan industri dengan wilayah pedalaman sebagai penghasil bahan mentah berupa hasil perkebunan dari Solo dan Yogyakarta.
Dengan adanya perkembangan teknologi membuat NIS sukses besar dan mengharuskan memiliki kantor sendiri.
Kantor yang akan mereka bangun adalah sebuah kantor urusan administrasi yang nantinya terletak di Jalan Pemuda.
Pada tahun 1904 dimulailah proses pembangunan gedung administrasi perkantoran kereta api oleh J.F. Klinkhamer dan B.J. Queendag sebagai koordinator perencanaan, serta memilih Cosman Citroen sebagai arsitek untuk gedung tersebut. Pembangunan gedung ini berakhir pada tahun 1918.
Ketika memasuki masa penjajahan Jepang, bangunan Lawang Sewu berubah menjadi Kantor Ryuku Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang). Selain menggunakan kantor transportasi, Jepang juga menggunakan ruang bawah tanah Lawang Sewu sebagai penjara dan tempat eksekusi mati.
Kemudian pada Oktober 1945, Belanda ingin mengambil alih kembali wilayah Semarang sehingga menimbulkan perang dan memaksa Jepang mundur.
Setelah masa perang mempertahankan kemerdekaan gedung Lawang Sewu berubah menjadi kantor DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia).
Namun, memasuiki tahun 1946 ketika Belanda mulai menancapkan kekuasaannya di Semarang, DKARI harus berpindah ke bekas kantor de Zustermaatschappijen karena gedung Lawang Sewu dimanfaatkan Belanda untuk menjadi markas pasukan Belanda.
Pada tahun 1994 dilakukan penyerahan ke PT. KAI dan dilakukan restorasi gedung Lawang Sewu pada tahun 2009. Pada tahun 2011, Ibu Negara Ani Yudhoyono meresmikan gedung Lawang Sewu yang kini menjadi destinasi wisata sejarah perkereta apian di Indonesia.***
