OPINIJATENG.COM – Rektor Udinus Prof Edy Noersasongko di era Millenial ini, banyak yang berpenghasilan miliaran rupiah tiap bulan.
“Dengan membuat podcast, para artis seperti Raffi Ahmad, YouTuber Arif Muhammad, Ria Ricis, Baim Wong, penyanyi Anjie, Nagita Slavina, dll, pendapatannya mencapai miliaran perbulan,” katanya.
Semuanya memanfaatkan aplikasi YouTube. Namun banyak juga yang ingin memperoleh keuntungan dari YouTube dengan hal-hal yang kasar, baik perilaku maupun ujaran atau ucapan.
“Namun tidak semua masyarakat suka hal-hal yang berbau kekerasan dan SARA,” Kata Prof Edy workshop tentang pemanfaatan sosial media untuk dakwah di kalangan milenial yang diadakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah Jumat (26/11).
Kegiatan yang diinisiasi oleh Komisi Informasi dan Komunikasi serta Komisi Seni Budaya dan Peradaban Islam ini digelar di Hotel Grasia, Semarang.
Sementara itu pembicara lain, Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Jateng H Isdianto Isman menyatakan urgensi berdakwah berbasis jurnalistik.
“Salah satunya tidak boleh bohong, fitnah, SARA, cabul, sadistis, beritikad buruk, tidak partisan, ujaran kebencian, tidak berprasangka terhadap seseorang berdasarkan SARA, dll,” jelasnya.
Jurnalistik, kanjut dia, mengajarkan bahwa berita informasi harus berimbang dan bisa dipertanggungjawabkan.
Sebelumnya, kegiatan tersebut dibuka secara resmi oleh Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Tengah Dr KH Ahmad Darodji MSi, pada Jumat sore.
Kiai Darodji menekankan bahwa generasi milenial adalah generasi muda yang melek terhadap teknologi. Mereka menjadikan internet sebagai bagian dari kehidupan. Oleh karena itu, perlu disusun strategi dakwah yang sesuai dengan gaya kaum milenial.
“Kita perlu menemukan metode yang menggunakan media yang sesuai dengan generasi milenial, seperti tiktok, yang durasinya hanya 3 menit. Dakwah seharusnya disampaikan dengan waktu yang singkat, namun mengena kepada audiens,” pinta Kiai Daroji.
Untuk strategi dakwah, semua pihak idealnya dapat mengikuti cara pemikiran anak muda. Kaum milenial, lanjut Ketua Baznas Jawa Tengah ini, pada umumnya jarang yang suka berkumpul, namun lebih suka menyendiri dengan gadgetnya.
“Seyogyanya ayat-ayat dakwah disampaikan melalui media sosial agar generasi milenial tersentuh hatinya,” tambahnya.
Kegiatan ini diikuti oleh para pengurus MUI di tingkat Jawa Tengah, serta utusan dari MUI Kabupaten/Kota serta utusan dari pondok pesantren di sekitar wilayah Semarang.
Ketua Panitia H Isdianto Isman menjelaskan, bahwa workshop pemanafaatan media akan berlangsung selama dua hari. Para narasumber yang terlibat adalah yang ahli di bidangnya. Panitia juga mengundang salah satu narasumber, yaitu Noe Letto untuk berbicara pada Sabtu.
Pengasuh Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan Semarang Dr KH. Fadlolan Musyaffa’, Lc MA menekankan pentingnya ulama di masa kini harus mempunyai kemampuan IT yang mumpuni. Para ulama dituntut untuk mempunyai perangkat teknologi yang mumpuni sebagai bekal berdakwah.
“Zaman modern ini, kyai harus tahu IT, punya HP yang mumpuni. Kita tidak hanya duduk di belakang meja mengajar ngaji, namun juga bisa melakukan dakwah melalui media sosial,” kata Kiai Fadlolan, dalam Workhsop Pemanfaatan Sosial Media untuk Dakwah di Kalangan Milenial.
Menurut dosen UIN Walisongo ini, ada perbedaan mencolok ketika dakwah di masa dahulu dan di masa sekarang ini. Pada masa dahulu, seorang kiai yang berdakwah selalu berpindah-pindah tempat dengan jarang yang saling berjauhan. Ketika berdakwah, sehari paling hanya beberapa tempat.
Namun, di masa kini, seorang bisa berdakwah di 10 tempat dakwah. “Itu dapat dilakukan dengan menggunakan media sosial. Pengalaman saya, biasanya yang hadir online itu lebih banyak daripada yang hadir secara offline,” tambahnya.
Dalam paparannya, Kiai Fadlolan menekankan bahwa media sosia turut memberikan solusi, serta menjadikan dakwah bisa tembus ke berbagai kalangan. Media sosial merupakan salah satu sarana yang efektif sekaligus alternatif dijadikan sarana penyampaian dakwah, serta menyampaikan nasihat religi.
“Pemerintah harus mengatur media sosial sebagai media dakwah, terutama di masa pandemi kali ini. Penyuluh agama Islam juga punya tanggungjawab moral dan sosial unutk menyiapkan konten dakwah via media sosial, agar mampu membina masyarakat dari berbagai ancaman, gangguan, hambatan serta tantangan yang merugikan akidah, mengganggu ibadah serta merusak akhlak,” tandasnya.***