4 Oktober 2025 06:14

Meneladani Sosok Nabi: Batinnya Menyamudera, Ilmunya Mencakrawala

0
Prof Ahmad Rofiq di Timur Tengah

Prof Ahmad Rofiq

Oleh: Ahmad Rofiq*)

OPINIJATENG.com – Seorang Ulama besar, Muhammad al-Ghazali, penulis “Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad saw” menyatakan, “Meskipun begitu banyak buku ditulis tentang Nabi Muhammad, sosok agung itu tidak akan pernah selesai diungkap secara final. Batinnya menyamudera, dan ilmunya mencakrawala. Di dalam dirinya tersimpan segala kearifan masa lalu, dan segala pengetahuan suci masa depan.

Seorang sufi abad ke-12 dari Persi menulis bait berikut ini: “Muhammad walaupun engkau ummi, tidak bisa baca tulis, tetapi seluruh perpustakaan dunia tersimpan rapi dalam dirimu.  Ini karena ilmu yang menggenang dalam diri beliau, adalah merupakan anugerah tak kepalang yang meluruh secara langsung (ladunni) dari tahta keagungan Allah Azza wa Jalla”.

Demikian juga Asy-Syibli, seorang sufi sezaman dengan Al-Hallaj di awal abad ke-10 mengungkapkan dalam puisi berikut: “Setiap rumah yang engkau diami, tidak membutuhkan lampu samak sekali, dan pada hari ketika bukti-bukti dibawakan, maka buktiku adalah wajahmu.” 

“Di samping sebagai cahaya spiritual yang sanggup menyinari jiwa-jiwa manusia yang dahaga, Muhammad juga merupakan sandaran yang ampuh yang menghubungkan antara manusia kebanyakan dengan Tuhan. Karena itu dia disebut barzakh, perantara. Maka tak salah, kalau pada hari kebangkitan, ketika bukti-bukti amal ditampakkan oleh Tuhan, al-Syibli – dan kita semua – berharap untuk dilumuri cahaya Nabi Junjungan itu, untuk dapat meraup syafaat beliau”.

Nabi Muhammad Saw dihadirkan dan diutus oleh Allah ke muka bumi ini, sebagai figur yang memiliki empati, simpati, dan kepedulian yang sangat kuat ketika melihat, menghadapi situasi ketidakadilan dan kesengsaraan yang dirasakan oleh sesama orang-orang yang beriman.

Beliau letakkan fondasi hidup ini, di atas kerangka yang sangat kuat yakni iman dan amal salih yang menghasilkan taqwa dan ketaqwaan. Karena itulah, bertaqwa kepada Allah, merupakan sebaik-baik bekal dalam menghadap kepada Allah.

Banyak orang yang hanya karena dititipi sedikit ilmu, harta, dan jabatan, sering berubah menjadi sombong, takabur, dan adigung-adiguno. Seolah-olah dengan ilmunya ia merasa layak sombong.

Dengan harta yang ketika meninggal dunia, pasti tidak dibawa, dan juga jabatan yang tidak jarang justru menjadi lahan fitnah, seakan kemuliaannya bertambah, padahal tidak sedikit justru dengan harta dan jabatan mereka itu, setiap saat dapat menjebak yang siap meruntuhkan marwah dan martabat kemanusiaannya. 

Sementara keangkuhan dan kesombongan, yang Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandari menyebut sebagai syirik. 

Di era digitalisasi yang sebagian membawa disrupsi peradaban, telah terjadi pergeseran yang luar biasa. Pilar akhlak dan etika masyarakat, makin keropos oleh serbuan budaya dan kultur pragmais dan hedonis.

Apabila tidak ada ikhtiar serius dalam mengatasi hal tersebut secara sistemik dan berkesinambungan, sangat mungkin bangsa ini akan mengalami kehancuran.

Bahkan yang lebih mengerikan lagi, ketika kerusakan dan kehancuran tersebut melanda pada paradigma berpikir, mindset dan kerangka berpikir yang serba barat, western-oriented, dan kehilangan kearifan dan petunjuk agama semakin jauh.

Seorang ulama besar Syauqi Bek menegaskan: “Suatu bangsa akan berlangsung apabila akhlak mereka tetap mendasari perilaku mereka, apabila akhlak hilang dari diri mereka, akan lenyap entitas kaum tersebut.

Nabi Muhammad Saw adalah tokoh yang konsisten antara ucapan dan tindakan. Dalam berbagai kesempatan, ketika mengajak dan menyeru umatnya beribadah, beliau selalu memulai dan memberi teladan terlebih dahulu.  

Dalam kehidupan keseharian, beliau sosok yang sangat menghormati tamu, tetangga, dan tentu saja keluarganya.

Tutur katanya bagus, sopan, lembah manah, dan memposisika orang lain sebagai sosok yang harus dihormati.

Beliau menegaskan: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik, atau lebih baik diam (kalau tidak biasa berkata baik)”. Demikian juga, barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hormatilah tetangganya”.

Islam diturunkan untuk merealisasikan kasih sayang Allah di muka bumi ini (rahmatan lil ‘alamin). Karena itu, Rasulullah Muhammad Saw.

Memberikan teladan dan tuntunan, bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berpemerintahan.

Beliau mengedepankan sifat dan sikap lemah lembut namun tegas, selalu menjadi pemaaf, dan bahkan selalu memohonkan ampunan orang lain kepada Allah SWT, dan di atas segalanya sangat menghormati dan mengajak orang lain bermusyawarah dan bekerja keras, namun tetap bertawakkal kepada Allah SWT agar tidak takabbur namun rendah hati.  

Mari kita renungkan bersama Firman Allah yang menggambarkan perilaku beliau: “Maka dengan kasih sayang dari Allah, kamu bersikap lemah lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali ‘Imran: 159).

Shalla Allah ‘ala Muhammad, shalla Allah ‘alaihi wa sallam.

*)Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA., Wakil Ketua Umum MUI dan Direktur LPPOM-MUI Provinsi Jawa Tengah, Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum dan Pascasarjana UIN Walisongo Semarang, Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) Rumah Sakit Islam-Sultan Agung, dan Koordinator Wilayah Indonesia Tengah Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Pusat.***

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *