Kisah Sedih Anak Yatim di Hari Raya Idul Fitri, Nur Khoirin YD: Rasulullah Saw Sangat Peduli dan Penyayang

OPINIJATENG.COM – Masyarakat muslim sudah mulai sibuk mempersiapkan diri, menyambut hari yang fitri, hari pengampunan dari Rabbul Izzati.
Pasalnya, Bulan Puasa Ramadhan tinggal beberapa hari, Hari Raya Idul Fitri 1443 H sebentar lagi.
Hari yang penuh kegembiraan dan silaturrahmi, senyum merekah berjabat tangan menghampiri, pakaian baru semerbak mewangi.
BACA JUGA:PT Herba Emas Wahidatama Distribusikan Zakat untuk 250 Guru Ngaji di Banjarnegara
Aneka menu tersaji, ditawarkan kepada siapa saja dengan rendah hati, saling memaafkan agar lepas semua dendam dan iri hati, memulai hidup baru yang lebih baik untuk berbakti.
Gambaran kemeriahan dan kegembiraan Hari Raya Idul Fitri ini ternyata sudah dimulai sejak zaman Nabi Saw.
Hal ini bisa dibayangkan dalam kisah sedih seorang anak yatim yang ayahnya syahid dalam suatu peperangan bersama Nabi Saw.
Inilah kisahnya :
BACA JUGA:Boleh Rayakan Idul Fitri, Ganjar: Jangan Takbir Keliling
Pada suatu pagi di hari raya, setelah keluar dari sholat Id, Nabi Saw melihat anak-anak sedang bermain riang, berlari kesana kemari, dengan mengenakan pakaian baru warna warni.
Tiba-tiba Nabi Saw menemukan seorang anak yang duduk menyendiri.
Ia nampak sedih dan menangis, pakaiannya lusuh dan compang-camping.
Dia menunduk dan menutup muka dengan kedua tangannya yang kurus.
Lalu Nabi bertanya sambil mengelus lembut kepalanya:
“Nak, Apa yang membuatmu sedih dan menangis? Sementara teman-temanmu bermain riang gembira di hari raya?”
Anak itu menjawab, dia tidak tahu yang bertanya itu Nabi Saw.
“Doakanlah aku, semoga aku kuat menjalani hidup ini! Bapakku wafat dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah Saw, ibuku lalu menikah lagi dengan orang lain, mereka mengambil rumahku, memakan hartaku, dan tidak mepedulikanku.”
“Jadilah aku seperti yang engkau lihat, telanjang, kelaparan, sedih dan hina. Ketika tiba Hari Raya Id, aku melihat teman-temanku bermain, mengenakan baju baru, dan sepatu baru. Aku jadi ingat, sendainya ayahku masih hidup, maka aku bertambah sedih dan menagis.”
Kemudian Nabi Saw dengan penuh kasih sayang dan kelembutan menawarkan :
أما ترضى أن أكون لك أبا وعائشة أما وفاطمة أختا وعلي عما والحسن والحسين إخوة؟
“Apakah kau mau aku jadi ayahmu, Aisyah jadi Ibumu, Fathimah jadi saudara perempuanmu, Ali jadi pamanmu, Hasan dan Husein menjadi saudara lelakimu?”
Anak kecil itu segera membuka matanya, dan baru mengetahui bahwa orang yang di depannya itu adalah Nabi Saw, segera ia menjawab dengan girang, “Bagaimana Aku tidak rela Ya Rasulallah?!”
Segera Rasulullah Saw mengambil anak itu dibawa pulang ke rumahnya.
Anak itu lalu diberi makan yang enak hingga kenyang, disuruh berdiri dan diberilah pakaian Hari Raya Id, baju baru, sepatu baru, dan parfum yang wangi.
Anak itu tersenyum riang lalu keluar dan bergabung bermain bersama teman-teman sebayanya.
Anak-anak yang lain pada heran dan bertanya, “Semula kamu menyendiri dan menangis, sekarang apa yang membuatmu dapat tersenyum?”
BACA JUGA: Ustadz Das’ad Latif Soroti Orang Sudah Sholat tapi Tetap Berbuat Maksiat, Ini Jawabnya
Anak itu menjawab : “Semula aku lapar sekarang sudah makan dan kenyang. Semula aku telanjang, sekarang aku sudah diberi pakaian. Semula aku tidak punya ayah, sekarang Rasulullah Saw menjadi ayahkuB, Aisyah jadi ibuku, Fathimah menjadi saudara perempuanku, Ali jadi pamanku, Hasan dan Husein jadi saudara laki-lakiku.”
Anak-anak yang lain lalu membayangkan, alangkah mulianya diangkat menjadi keluarga besar Rasulullah Saw.
Mereka berkata :
يا ليت آبائنا ماتوا في احدى الغزوات مع رسول الله
“Ooh seandainya bapak-bapak kami wafat dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah Saw.”
(sumber : http://www.muslimedianews.com)
Kisah ini adalah satu yang menggambarkan betapa mulianya akhlak Rasulullah Saw yang sangat peduli dan penyayang kepada umatnya.
Nabi yang hatinya sangat risau dan tidak tega dengan penderitaan umatnya, Nabi Saw yang penyantun dan penuh kasih sayang.
Hal ini disebutkan dengan jelas dalam Alquran :
لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman. (QS. At Taubah/9 : 128)
Kasih sayang Rasulullah Saw yang amat mendalam kepada umatnya ini terbawa sampai menjelang nyawanya dicabut oleh Malaikat Maut, yang terucap dari lisannya adalah: ummati, ummati, ummati (umatku 3x).
Inilah akhlaq Rasulullah Saw yang harus kita teladani.
Puasa kita sebulan penuh harus mampu menumbuhkan jiwa yang peduli kepada sesama.
Harus menumbuhkan rasa empati, turut merasakan penderitaan orang lain, dan sudi mengulurkan bantuan.
Masih banyak orang miskin di sekitar kita yang kesulitan makan.
Masih banyak anak-anak yang tidak memiliki biaya untuk sekolah dan belajar Alquran.
Masih banyak anak-anak yatim yang terancam tidak memiliki masa depan.
Masih banyak orang yang kefakirannya nyaris menjerumuskan kepada kekafirannya.
Ini semua menjadi tanggung jawab sosial kita sebagai wujud kebersamaan dan persaudaraan.
Nur Khoirin YD, Tambakaji Ngaliyan, 26 Ramadhan 1443H/28 April 2022M***