22.6 C
Central Java
Minggu, 19 Mei 2024

Pro Kontra ChatGPT di Dunia Pendidikan

Banyak Dibaca

Oleh: Daviq Rizal *)
OPINIJATENG.COM – SEMARANG – Daviq Rizal, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang menyatakan bahwa penggunaan artificial intelligence (AI) seperti ChatGPT sekarang mulai digunakan secara luas di dunia pendidikan.

“ChatGPT adalah model bahasa AI yang dikembangkan oleh OpenAI untuk percakapan interaktif untuk dapat memberikan jawaban terhadap input teks seperti manusia,” kata Daviq Rizal.

Daviq Rizal

Daviq Rizal yang juga mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan Bahasa, Universitas Negeri Semarang menyatakan bahwa beberapa orang khawatir terkait etika penulisan dengan penyalahgunaan penggunaan ChatGPT untuk penulisan artikel jurnal, jawaban ujian esai dan laporan projek.

“Memang kita akui bahwa ChatGPT dapat memberikan respons yang koheren dan relevan secara kontekstual dari data teks internet yang luas. Akan tetapi, ia dapat menghasilkan respon yang tidak akurat atau bahkan salah. Oleh karena itu, penggunaan artificial intelligence seperti ChatGPT menuai pro dan kontra.”

BACA JUGA: Menjelang 1 Abad Yayasan TBS Kudus, Lahir di Zaman Belanda: Gairah Kecintaan yang Amat Sangat…

Berikut ini adalah opini dari Daviq Rizal terkait enggunaan artificial intelligence (AI) seperti ChatGPT sekarang mulai digunakan secara luas di dunia pendidikan.

Ada beberapa hal negatif ChatGPT menurut Zhou, Müller, Holzinger, dan Chen (2023).

Pertama, ChatGPT mempunyai kemungkinan memberikan respons tidak akurat atau salah.

ChatGPT, seperti banyak AI lain, dapat memberikan jawaban yang tidak akurat atau mungkin salah karena hanya tergantung algoritma pembelajaran mesin dan data yang digunakan.

Bahkan, OpenAI mengakui masalah ketidaktepatan ini dalam pengumumannya.

Kedua, terkait kepenulisan, kemampuan ChatGPT untuk menghasilkan tulisan yang mirip tulisan manusia dengan bahasa alami menimbulkan masalah terkait siapa penulisnya walaupun polanya sangat terlihat beda.

Apakah tulisan tersebut buatan chatGPT atau manusia?

BACA JUGA:Waspadai terhadap Gelombang Baru Covid-19 2023

Contohnya, siswa dapat menggunakan ChatGPT untuk ujian esai, pekerjaan rumah, tugas atau laporan proyek.

Sekarang ini semakin banyak dosen perguruan tinggi telah menyadari bahwa mereka telah dibohongi terkait laporan teks, esai atau laporan yang dibuat oleh mahasiswa yang menggunakan ChatGPT.

Begitupun, guru menghadapi tantangan untuk bisa membedakan penulisan antara siswa dan AI karena kekhawatiran tentang plagiarisme sehingga guru tidak mungkin untuk secara kontinyu mengevaluasi kinerja siswa yang terkait buatan ChatGPT atau tidak.

Sangat merepotkanlah juga bila seorang guru atau dosen harus mengecek turnitin untuk memastikan bahwa tulisan tersebut adalah tulisan siswa atau ChatGPT.

Sebagai tambahan, menurut Rice, Crouse, Winter, & Rice (2024), banyak orang akan menolak esei, tulisan atau artikel jurnal yang menggunakan ChatGPT jika hasil ChatGPT tersebut diklaim sebagai tulisan milik sendiri.

Hal ini dianggap tidak bermoral dan tidak etis.

BACA JUGA:Skeptisisme dalam Klaim Demokratisasi

Sebagai tambahan pula, perlu kita ketahui bahwa ChatGPT kurang berfungsi dengan baik di berbagai bidang ilmu seperti keuangan, pengkodean, matematika, dan pertanyaan publik umum yang bisa menyebabkan pemahaman yang salah (Gill et al., 2024).

Di sisi lain, ada beberapa hal positif dalam ChatGPT.

Pertama, menggunakan ChatGPT untuk mendapatkan informasi di mana kita membutuhkan waktu berjam-jam untuk menemukannya tampaknya dibenarkan oleh banyak orang.

Selain itu, menggunakan ChatGPT untuk membantu merancang penelitian atau eksperimen seperti langkah-langkah pengambilan sampel dan membuat instrumen penelitian tampaknya dapat diterima dan bijaksana.

Dalam realitasnya, ChatGPT dalam digunakan untuk membuat pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner atau wawancara dengan memberikan perintah yang spesifik terkait permasalahan dan pertanyaan kuestioner atau wawancaranya.

Di samping itu, ChatGPT bisa membantu penulis artikel jurnal untuk memproses data, menganalisis data, mengklasifikasikan dua jenis hasil penelitian yang bertentangan terkait pembahasan pada penelitiannya.

Kita bisa memberikan mendapatkan jawaban terkait analisa data tersebut. Kemudian, tentunya kita memparafrasekan dan mengedit analisa tersebut dengan bahasa kita sendiri. Kemudian, ChatGPT memiliki kemampuan untuk membantu pendidik dengan membuat rencana pembelajaran, skenario pembelajaran, lembar kerja siswa, petunjuk instruksional, media pembelajaran, dan banyak perangkat pembelajaran lain yang dibutuhkan oleh guru (Gill et al., 2024).

Artificial intelligence ibarat sebuah pisau.

BACA JUGA: Prof Ahmad Rofiq: MTQMN Ke-XVII Upaya Kemendikbudristek Mencetak Generasi Qurani dan Talenta Emas

Pisau bisa digunakan untuk hal-hal yang baik seperti memasak berbagai macam menu masakan. Akan tetapi, pisau bisa digunakan juga untuk hal-hal yang jahat seperti melukai atau membunuh orang lain.

Artificial intelligence seperti ChatGPT juga bisa digunakan untuk hal-hal yang baik atau hal-hal yang tidak baik.

Sebagai dosen atau guru, tentunya kita tidak boleh terlalu berpandangan atau berwawasan sempit dengan melarang mahasiswa atau siswa menggunakan ChatGPT sama sekali dengan berpandangan negatif bahwa ChatGPT pastilah digunakan untuk hal-hal yang tidak baik atau melanggar etika.

Faktanya, ChatGPT bisa digunakan sebagai self-access center bagi siswa atau mahasiswa.

Kita bisa meminta ChatGPT memberikan soal-soal tata bahasa Inggris, soal reading, atau soal vocabulary, atau pengetahuan umum.

Kemudian, kita mengerjakan soal-soal tersebut. Kemudian, kita bisa meminta ChatGPT untuk memberikan jawaban soal tersebut, kita bisa mengkoreksi jawaban kita, memberikan nilai, dan mengevaluasi apa yang sudah kita capai.

Kemudian, artificial intelligence lain seperti quilbot juga sangat baik untuk membantu kita memparafrase, meringkas, mengecek kesalahan tata bahasa, dan pada akhirnya meningkatkan kemampuan kita berbahasa Inggris.

Selain itu, artificial intelligence lain seperti grammarly, prowritingaid, atau fitur editor di Microsoft Word sangat membantu kita mengkoreksi kesalahan tata bahasa, kosakata, ejaan, tanda baca, dan kejelasan teks agar teks yang kita buat terhindar dari banyak kesalahan tata bahasa.

BACA JUGA:NU di Tengah “Pertarungan” Politik 2024

Singkat kata, janganlah terlalu antipati terhadap artificial intelligence seperti ChatGPT, grammarly, prowritingaid, quilbot, dan fitur editor microsoft word. Sebaiknya dosen atau guru mengajarkan artificial intelligence tersebut kepada mahasiswa atau siswa untuk hal-hal yang baik-baik untuk meningkatkan kemampuan siswa.

Begitupun sebaliknya, jangalah kita terlalu tergantung terhadap artificial intelligence. Ada saatnya ChatGPT tidak memberikan respon yang benar atau bahkan respons yang menyesatkan.

Kita sebaiknya juga harus melakukan cek dan ricek di website-website yang terpercaya seperti Scopus, ScienceDirect, Taylor & Francis, dan website lainnya.

Sebaiknya kita gunakan pemikiran kritis untuk menganalisa respon ChatGPT. Jangan langsung mempercayai jawaban ChatGPT.

Oleh karena itu, perlulah kita menggunakan akal sehat kita untuk mencari tahu jawaban yang pasti benar.

Kesimpulannya, janganlah kita terlalu tergantung pada artificial intelligence dan janganlah pula kita terlalu membenci atau bahkan melarang penggunaan artificial intelligence.

Kita sebagai pendidik tidak akan bisa menghindari perkembangan teknologi. Sebaiknya kita mengantisipasi hal-hal yang tidak baik dari perkembangan teknologi tersebut.

*) Daviq Rizal, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang dan Mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan Bahasa, Universitas Negeri Semarang***

Artikel Terkait

Artikel Terakhir

Populer