22.6 C
Central Java
Minggu, 19 Mei 2024

Menjelang 1 Abad Yayasan TBS Kudus, Lahir di Zaman Belanda: Gairah Kecintaan yang Amat Sangat…

Banyak Dibaca

OPINIJATENG.COM – KUDUS – Berusia 100 tahun artinya sudah tua. Demikian pula Yayasan Tasywiquth Thullab Salafiyah atau TBS Kudus yang dua tahun lagi bakal berumur 100 tahun atau seabad.

Tahun 2023 ini, Yayasan Tasywiquth Thullab Salafiyah Kudus genap berusia 98 tahun. Di laman Yayasan TBS Kudus yakni https://yayasantbskudus.com/ disebutkan bahwa Madrasah TBS Kudus berdiri tanggal 7 Jumadal Akhirah 1347 H (tahun Alif), bertepatan dengan tanggal 21 November 1928 M.

Berarti Yayasan TBS Kudus berdiri atau dibentuk pada zaman penjajahan Belanda. Dua tahun sebelumnya juga berdiri Jam’iyyah Nahdlotul Ulama’ (NU).


Yayasan TBS Kudus berdiri bernama: TASYWIQUTH THULLAB (TB) yang artinya “Gairah Kecintaan yang amat sangat para siswa (terhadap ilmu pengetahuan)”.

Di laman resminya juga dinarasikan bahwa perjalanan panjang di masa-masa penjajahan, kemerdekaan, perjuangan mempertahankan kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi dan Orde Pasca Reformasi, tentu banyak makan asam garam bagaimana mengelola lembaga pendidikan salafiyah, yang sudah barang tentu harus responsif menghadapi perubahan, kemajuan teknologi, terutama era digital.

Humas TBS, Rosidi (Eros) menyatakan pada saat peringatan ulang tahun ke-98, TBS pada tahun Pelajaran 2023-2024 mengasuh 5.488 santri dan santriyah.

BACA JUGA: Waspadai terhadap Gelombang Baru Covid-19 2023

Dengan perincian sebagai berikut:

PAUD/KB/TK sebanyak 275 santri
SD Putri 56 santriyah
MI 851 santri
RTQ-MIQ 619 santri/santriyah
MPTs 150 santri
MTs 1.588 santri
MPA/MA 1.587 santri
SMP TBS baru mendapatkan izin, jadi baru akan menerima pendaftaran santriyah
SMA TBS 31 santri
Madipu 176 santriyah
Pondok Ath-THullab 40 santri
Ma’had ‘Aly 115 santri

BACA JUGA:

Berikut ini kenangan, pendapat, dan masukan dari Prof Ahmad Rofiq, salah satu alumnus MI, MTs, MA TBS Kudus yang lulus pada 1978/1979. Pada perayaan HUT ke 98 tahun 2023, Prof Ahmad Rofiq ditunjuk sebagai pengawas Yayasan TBS Kudus.

“Dua tahun lagi memasuki satu abad, perkembangannya cukup dahsyat. Karena madrasah yang waktu saya menjadi santri/muridnya, masih segar di ingatan dan bahkan terngiang, santri tidak diperkanankan mengenakan pakaian yang bisa difahami sebagai tasyabbuh (menyerupakan diri) pada busana orang kafir. Sekarang ini sudah banyak sekali mengalami perubahan,” kenang Prof Ahmad Rofiq yang kini menjabat sebagai Ketua Bidang Pendidikan Pelaksana Pengelola Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang masa khidmat 2023-2027.

Merawat Keilmuan Salaf dan Menerima Modernitas

Menurut Prof Ahmad Rofiq, salah satu peran penting adalah nilai keunggulan madrasah di bawah naungan Yayasan TBS Kudus, yaitu kontribusinya dalam merawat keilmuan salaf berbasis pesantren dan sekaligus siap menerima modernitas sepanjang sejalan dengan syariat Islam.

BACA JUGA:Menguak Kekuatan Tersembunyi Pasangan Calon Presiden

“Sebagaimana kaidah “al-muhafadhah ‘ala l-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi l-jadid al-ashlah” artinya “menjaga nilai lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik”,” kata Prof Ahmad Rofiq yang kini menjabat sebagai Ketua Pimpinan Wilayah Dewan Masjid Indonesia (PW-DMI) Jawa Tengah (2022-2027).

Oleh karena itu, lanjut dia, pembelajaran kitab-kitab salaf menjadi menu sehari-hari yang diberikan kepada santri, namun tanpa meninggalkan ilmu-ilmu dan materi sesuai kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah.

Santri-santriyah dari MI sudah dikenalkan dengan Matan Ajrumiyah – lebih dikenal dengan Jurumiyah, Nadham ‘Imrithi.

Santri MTs sudah mulai diajarkan sekaligus menghafal Nadham Alfiyah, dan di MA santri diajarkan Syarah Ibnu ‘Aqil untuk dapat memahami lebih mendalam tentang ilmu nahwu yang marannya nadham Alfiyah, karangan Imam Muhammad ibnu Malik.

“Ini hanya contoh rujukan ilmu nahwu yang diajarkan di TBS. Tentu masih banyak ilmu salaf yang lainnnya, baik Sharaf, tafsir, hadits, fiqh dan ushul fiqh, akidah atau tauhid, dan bahkan ilmu manthiq santri sudah dikenalkan dengan kitab Sullam al-Munauraq fi ‘Ilm al-Manthiq,” kata Prof Ahmad Rofiq yang juga Direktur LPH-LPPOM-MUI Jawa Tengah.

BACA JUGA:Pendidikan 5.0: Transformasi Pendidik Hadapi Tantangan Penguatan Karakter Siswa

Guru Besar UIN Walisongo Semarang itu menambahkan, selain itu, santri/santriyah TBS, yang banyak masyayikh-nya merupakan ahli-ahli Al-Quran, maka setiap santri mesti mampu membaca Al-Quran dengan baik, baik itu dari sisi tajwid maupun makharijul huruf-nya, bahkan di MA diajarkan qiraah Sab’ah.

“Ilmu falak, oleh banyak kalangan dinilai sebagai salah satu ilmu yang sulit dipelajari. Sebab, tidak hanya harus sabar berkutat dengan angka-angka, tetapi mereka yang mempelajari ilmu falak harus benar-benar cermat (teliti). Dan di madrasah TBS Kudus, ilmu falak menjadi salah satu materi pelajaran yang dipelajari sejak jenjang Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Di jenjang MA juga memiliki Lembaga Pengembangan Bakat (LPB) Falak.”

Menurut Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) Rumah Sakit Islam-Sultan Agung Semarang itu, kini Yayasan TBS Kudus “melalui” Pondok Ath-Thullab menjadi takhasshush Ma’had Aly dalam Ilmu Falak, dan sudah Operasional sejak 2018 lalu. Tentu ini sekaligus mengabadikan ilmu dari sosok ahli falak terkenal yaitu KH Turaikhan Ajhuri Asy-Syarafi. Allah yarhamhu.

Dalam menghadapi perubahan dan modernisasi, masih menurut laman TBS, kendati jenjang pendidikan di bawah naungan Yayasan TBS Kudus oleh masyarakat luas dikenal sebagai madrasah yang memberikan porsi pembelajaran yang cukup besar di bidang ilmu-ilmu salaf, namun pihak yayasan dan pengelola di masing-masing jenjang juga mendorong para santri-santriyah untuk menguasai ilmu-ilmu non salaf, sains dan teknologi.

BACA JUGA:El Nino Picu Gagal Panen,Turunnya Produksi Padi Jawa Tengah

“Banyak tantangan yang harus dijawab, khususnya kepala sekolah SMP dan SMA TBS Kudus. Selain dituntut memiliki kompetensi sebagai guru dan sekaligus sebagai kepala sekolah penggerak, yang memiliki managerial-skill yang andal,” kata Koordinator Wilayah Indonesia Tengah PP Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) itu.

Prof ahmad Rofiq menyarankan agar kepala sekolah apalagi yang baru menjabat harus fokus pada amanatnya. Tidak bisa diduakan dengan tugas lain yang berbeda spirit dan tugasnya dengan bidang Pendidikan. Nama besar TBS (Tasywiquth Thullab Salafiyah) merupakan kekuatan dan modal sosial, yang harus dijadikan spirit untuk menjalankan amanat.

“Karena di balik itu, TBS yang selama ini dikonotasikan masyarakat sebagai masdrasah, kemudian membuka layanan Pendidikan SMP dan SMA – meskipun sebenarnya madrasah artinya juga sekolah – namun Pendidikan umum ini, harus tetap mencerminkan spirit, visi, dan misi TBS itu sendiri,” kata Prof Ahmad Rofiq yang juga menjadi anggota DPS BPRS Bina Finansia Semarang dan Ketua DPS BPRS Kedung Arto Semarang.

Terakhir, Pengurus Harian Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) Pusat itu mengucapkan selamat ulang tahun ke-98 Madrasah TBS.

“Bravo TBS, kami bangga menjadi alumni, dan semoga para alumni dengan modal Pengetahuan Ilmu Salaf, namun siap dengan modernitas, makin berkiprah dalam membawa Indonesia bermartabat, yang agamis namun memiliki nasionalisme ke-Indonesia-an yang tak lekang kena panas dan tak keropos kena hujan. Allah al-musta’an ila aqwam th-thariq,” kata Prof Ahmad Rofiq alumnus MI, MATs, dan MA TBS 1978/1979.***

Artikel Terkait

Artikel Terakhir

Populer