Oleh: Sri Setiyowati*)
OPINIJATENG.COM-Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah yang belum terselesaikan dari tahun ke tahun. Baik di tengah masyarakat, nasional maupun internasional. Setiap 10 Oktober WHO (Lembaga Kesehatan Dunia) memperingati hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Hal ini menandakan dunia pun memberi perhatian kepada kesehatan jiwa penduduk dunia.
Tema Global peringatan hari Kesehatan Jiwa Sedunia tahun 2021 ini adalah”Mental Health in an Unequal World : Kesetaraan dalam Kesehatan Jiwa untuk Semua. Tema tersebut mengamanahkan pada setiap Negara agar lebih memberikan akses layanan yang lebih besar dan luas, agar kesehatan mental masyarakat lebih terjamin dan setara dengan kesehatan fisik lainnya.
Tujuan dari peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) adalah meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya kesehatan jiwa serta mendorong mobilisasi upaya dalam rangka mendukung kesehatan jiwa.
Pada masa pandemi Covid-19 masyarakat cemas akan menyebarnya virus ini. Dampak dari virus tidak hanya menyebarnya penyakit, tetapi meningkatkan rasa cemas akan semua sisi kehidupan di masyarakat.
Rasa cemas jika terkena virus Covid-19 dan menjalani isolasi kemudian minimnya fasilitas kesehatan menambah tingkat kecemasan sehingga berdampak pada kesehatan mental. Belum lagi bayangan pengurangan karyawan, ekonomi yang semakin lesu, anak-anak yang belajar dari rumah dan banyak hal lain yang merubah kebiasaan normal yang selama ini dijalani.
Kondisi yang tidak menentu lambat laun membuat masyarakat berpikiran negatif akan kelangsungan hidup yang dijalani. Kecemasan akan wabah yang menyebar serta himpitan masalah ekonomi dan sosial.
Pemerintah menyadari masih minimnya fasilitas dan tenaga kesehatan yang menangani kesehatan mental masyarakat. Seperti dilansir di laman Kemenkes, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukan lebih dari 18 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.
Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Dr. Celentius Eigya Munthe bahwa masalah kesehatan jiwa di Indonesia terkait dengan masalah tingginya prevelensi orang dengan gangguan jiwa. Untuk saat ini Indonesia memiliki prevelensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk, artinya sekitar 20% populasi di Indonesia mempunyai potensi masalah gangguan jiwa.
Masalah lainnya adalah sarana prasarana yang belum memadai. Tidak semua provinsi mempunyai rumah sakit jiwa dan tenaga kesehatan. Saat ini jumlah tenaga profesional untuk pelayan kesehatan jiwa hanya 1.053 orang. Menurut Celentius, artinya setiap psikiater melayani 250 ribu penduduk. Kondisi ini menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah.
Selain itu stigma negatif di masyarakat yang memandang penderita kesehatan mental pun menjadi perhatian pemerintah. Sikap diskriminasi terhadap penderita gangguan mental kadang membuat pemerintah sulit memperoleh informasi jumlah penderita.
Pihak keluarga sering kali menyembunyikan kondisi anggota keluarga yang mengalami kesehatan mental. Oleh karena itu pemerintah tiada henti melakukan edukasi akan pentingnya masyarakat menjaga dan memelihara kesehatan mental.
Pemerintah mengharapkan masyarakat tetap menjaga kesehatan diri, disiplin melaksanakan protokol kesehatan agar tidak tertular Covid 19, menjaga kesehatan jiwa dengan mengelola stres dengan baik, menciptakan suasana yang aman, nyaman bagi seluruh anggota keluarga.
*)Sri Setiyowati. Blogger dan Penulis