OPINIJATENG.com-Bermimpilah saat kamu terbangun, guru studi banding ke Tokyo sudah menjadi impiannya sejak lama.
Suatu ketika ada hasrat untuk bisa pergi ke Tokyo, negara yang ingin dikunjungi sejak lama oleh guru di MTsN 2 Banjarnegara yang bernama Dwi Widiyastuti untuk melakukan studi banding ke Tokyo. Dia pernah mengatakan bermimpilah saat kamu terbangun.
Biasanya kamu bisa bermimpi saat sedang tidur, lalu bagaimana jika bermimpilah saat kamu terbangun? Pertanyaan yang mungkin sulit untuk dijawab.
BACA JUGA: Bertepatan Hari Sumpah Pemuda, Undip Kukuhkan 4 Guru Besar Menuju Universitas Riset yang Unggul
Sering terdengar di telingamu bahwa setiap omongan adalah doa. Ini yang selalu dilakukan oleh seorang ibu anak satu. Rasanya tidak mungkin apabila hal itu terjadi.
Seorang pendidik ini selalu berkeinginan untuk bisa mengunjungi Tokyo, karena banyak daya tarik yang bisa dinikmati di sana misalnya keramahtamahannya, kedisiplinannya, budaya baca, pendidikannya, makanan sehatnya serta tekhnologi yang sangat canggih. Semua terbukti saat dia akhirnya berangkat ke sana.
Melalui wasilah teman, kakak Rossiana Susiandari, saat itu yang bertugas menjadi kepala sekolah RI Tokyo, dia mendapat referensi pergi studi banding ke Tokyo.
BACA JUGA:Beasiswa 10.000 Habibie, Ini Syaratnya
Bersama sahabat Sutini akhirnya dia berangkat juga. Allah memudahkan jalannya dengan harga tiket pesawat promo yang sangat terjangkau. Padahal pikirnya apa mungkin seorang guru bisa membayar tiket PP Tokyo-Indonesia? Tidak ada kata tidak mungkin jika Allah menghendaki.
Selama 9 hari guru pendidik ini berada di Meguro Tokyo tempat kediaman Bu Rossi. Bisa berkunjung ke Tokyo tower, sensoji temple, imperial palace dan east garden, harajuku dan stasiun sibuya (patung hachiko) sudah membuatnya merasa bahagia. Sebuah mimpi yang akhirnya menjadi kenyataan.
“Surga dunia betul. Tempatnya bersih di semua sudut kota. Tidak ada sampah, udara juga bersih, makanan sehat, sayur dan buah bermutu,” ucap Dwi Widiyastuti, M.Pd.
BACA JUGA: Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 5
“Saya heran semua ajaran islam diterapkan seperti menghargai orang tua (di bidang umum disediakan khusus) budaya antri, tidak bersentuhan, dan saling menghargai. Di tempat umum semua orang baca buku. Tidak banyak orang yang bicara ataupun menelepone. Ini hadiah terindah selama menjadi guru,” ujarnya lagi, Jumat (29/10/2021).
Selama berada di sana Dwi Widiyastuti merasa betah, pohon yang berada di jalan tertata rapi. Ada sakura dan ginkgo yang warnanya sangat cantik karena saat itu masuk musim gugur. Cuaca bisa mencapai minus 3 derajat.
Pengalaman yang tidak terlupakan. Bermimpilah saat kamu terbangun. Harapan untuk bisa kembali ke Tokyo sangat diharapkan oleh guru pendidik ini. Semoga Allah menghendaki.
Semoga bermanfaat. (Wawancara Dwi Widiyastuti, M.Pd).***