19 November 2025 11:57
Cover Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang - Horisontal

Sejak Minggu 24 Oktober 2021, OPINIJATENG.com menyajikan novel “Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang” karya Wardjito Soeharso, novelis asal Kota Semarang, secara bersambung (serial). Semoga bermanfaat. (red)

Wardjito Soeharso

OPINIJATENG.COM –

Bendera kuning tertancap di mulut gang yang menuju ke rumah Lita.

Tetangga dan beberapa kerabat berbondong bondong datang untuk melayat memenuhi rumah yang kecil dan sempit itu.

Perhatian pelayat tertuju pada kehadiran Lita dan Iben.

Lita yang memang sangat ditunggu tunggu akhirnya datang juga.

Beberapa kerabat memeluk Lita, membisikkan sesuatu di telinganya, mencoba untuk memberi kekuatan dan ketabahan.

Iben hanya terpaku merasakan atmosfer duka dan haru di rumah itu.

Tetapi Iben juga merasakan ada kepalsuan.

BACA JUGA: Warga Binaan Rutan Salatiga Buat Pohon Natal dari Botol Bekas

Dalam pandangan matanya, dibandingkan dengan pemakaman ibunya dulu, banyak yang berpura-pura tegar dan tidak peduli.

Sedangkan di pemakaman kali ini banyak yang pura-pura berduka dan peduli.

“Mas ini suaminya Lita ya yang katanya orang kaya dan pejabat negara itu?”

Sebenarnya Iben merasa risih ketika ada ibu-ibu tetangga Lita yang mendekatinya untuk bertanya hal yang tidak-tidak.

Tetapi Iben harus menjaga sikap.

Dia dan Lita tidak ada persiapan untuk datang ke sini.

Dan Iben tidak tahu bagaimana keadaan tempat ini yang sebenarnya.

Iben enggan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari mereka.

Tapi Iben juga penasaran.

Dia ingin tahu siapa Lita dan keluarganya.

“Memangnya kenapa?” tanya Iben kemudian.

“Ya, banyak yang bilang dia sudah menikah dengan laki-laki kaya dan pejabat negara di kota. Tapi saat pernikahannya tidak ada satu orang pun yang diundang bahkan ibunya hanya dimintai restu lewat telepon. Jadi banyak yang mengira dia berbohong, iya kan, bu?” Ibu-ibu itu mulai bergosip setelah dipancing dengan sedikit pertanyaan. Iben tertawa di dalam hati.

BACA JUGA: Ganjar Pranowo : Terpilihnya Gus Yahya Energi Baru untuk NU

“Memang sih dia suka kirim banyak uang tiap bulan, kirim barang barang mahal, tapi tidak jelas asal muasalnya. Jika benar dia artis dangdut tapi jarang muncul di TV, jika dia jadi isteri pejabat beritanya juga seharusnya ada di TV.”

“Mas ini sebenarnya siapa? Pasti bukan suaminya kan? Masa masih muda sudah jadi pejabat?”

Iben berpikir sejenak, dia bisa dengan mudah menjelaskan siapa dirinya pada ibu-ibu penggosip itu.

Tapi Iben ingin memberi pelajaran pada mereka yang hobi bergosip.

Iben ingin membuat mereka makin penasaran.

“Perkenalkan nama saya Theo, saya mempunyai pabrik sekaligus perusahaan di kota Semarang dan beberapa cabang di luar pulau. Saya juga jadi Wakil Ketua DPR RI, di Jakarta. Saya menikahi Lita karena saya cinta dan saya melarang Lita untuk menyanyi dangdut lagi. Saya bisa menafkahi dia lebih dari yang dia minta. Karena itulah dia jarang muncul di TV.”

Iben mengucapkan kalimat itu dengan penuh percaya diri dan tanpa keraguan.

Raut wajah ibu-ibu penggosip yang awalnya sinis mulai berubah malu dan takut.

Iben sangat bahagia memberi pelajaran pada mereka dan tidak berhenti menertawakan mereka di dalam hati.

Ibu-ibu penggosip mulai menyingkir saat melihat Lita datang mendekat.

“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Lita penasaran.

“Sesuatu yang lucu.”

“Oh.” Lita menanggapinya datar.

BACA JUGA:Profil KH Miftachul Akhyar Rais Aam PBNU Periode 2021-2026

Iben seketika merasa tidak enak karena dia membuat lelucon di saat yang tidak tepat.

Iben menduga Lita pasti berpikir Iben tidak ikut berduka dengan kematian ibunya.

“Tidak seperti yang kamu pikirkan, aku hanya memberi mereka pelajaran,” jelas Iben.

Lita hanya menjawab dengan senyuman yang tipis seperti dipaksakan.

Satu persatu pelayat mulai berpamitan pulang.

Rumah Lita terlihat sedikit lebih longgar.

Beberapa saudara Lita yang tengah sibuk menyempatkan diri untuk menyapa Iben.

Dan mereka mengira Iben adalah suami Lita.

Lita belum mengetahui hal itu, dia juga belum sempat menjelaskan kepada saudara dan kerabatnya, siapa yang datang bersamanya.

Dan bagi Iben bukan waktu yang tepat untuk menolak anggapan dia adalah suami Lita.

Betapa geramnya Iben pada Theo.

Di kampung Lita inilah dia baru tahu, ternyata Theo tidak pernah menemui saudara dan kerabat Lita.

Mereka hanya tahu kabar dari Lita.

Iben menganggap ayahnya sangat keterlaluan.

BACA JUGA:Diguyur Hujan Lebat, Dieng Kulon dan Dieng Wetan Banjir

“Terima kasih sudah mau datang ke rumah kami yang sangat sempit ini. Tidak masalah kami tidak hadir di pesta pernikahan kalian, kami sadar posisi kami dan kami menghargai kalian,” ucap paman Lita pada Iben.

Iben bingung karena dia sama sekali tidak tahu akan hal itu, apalagi yang berkaitan dengan pernikahan Lita dengan ayahnya.

“Itu…,” Iben benar-benar bingung harus menjawab apa dan matanya sibuk mencari sosok Lita.

“Tidak masalah. Kalian hadir di sini sudah lebih dari cukup bagi kami,” lanjut ucapan paman Lita.

Iben malah mengurungkan untuk memberitahukan siapa dia sebenarnya.

Paman Lita terlihat sangat bahagia dengan kehadiran Iben, begitu juga kerabat Lita yang lainnya.

Iben merasa bahagia bisa sedikit menghibur mereka di saat mereka tengah berduka.

“Maafkan saya,” jawab Iben.

“Kita memang dari keluarga sederhana, jika melihat ibu Lita yang tidak lain adalah adikku, dia lebih terlihat serba kekurangan. Sejak suaminya meninggal dan dia divonis kanker dia tidak bisa melakukan apapun dengan maksimal, bahkan dia dipecat dari pekerjaannya jadi pelayan di warteg. Sejak saat itu Lita bekerja keras membanting tulang untuk menghidupi diri dan ibunya. Dia tidak ingin merepotkan kami. Bahkan sering kali menolak bantuan kami karena dia merasa masih mampu melakukan semuanya sendiri.”

Paman Lita mulai bercerita mengenai siapa Lita sebenarnya.

Iben melihat air mata mengalir dari ekor mata paman Lita.

KOMENTAR : weesenha@gmail.com***

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *