Perlukah Wisuda Lulusan TK hingga SMA?

Dedi Mulyadi(Dok Humas Pemkab Purwakarta)
Foto: Dedi Mulyadi (KDM) dok Humas Pemkab Purwakarta
OPINIJATENG.COM – Menarik sekali bicara tentang Kang Dedi Mulyadi (KDM). Sebelum dilantik sebagai Gubernur Jawa Barta, namun sudah terpilih dalam Pilgub Jabar 2024 silam, KDM langsung mengeluarkan imbauan.
dedi Mulyadi atau Kang Dedi Mulyadi atau KDM, Gubernur Jawa Barat terpilih (ketika itu), melarang seluruh sekolah di Bumi Pasundan untuk melakukan kegiatan study tour hingga renang.
KDM: sekolah tidak boleh menjadi ladang untuk melakukan proses transaksi perdagangan.
“Sekolah tidak boleh jual buku, sekolah tidak boleh lagi jual LKS, sekolah tidak boleh lagi jual seragam, dan berbagai kegiatan lainnya,” ujarnya, Kamis 6 Februari 2025.
“Sekolah tidak boleh menyelenggarakan kegiatan Study Tour yang di dalamnya ada pungutan, termasuk kegiatan-kegiatan seperti renang dan sejenisnya yang di dalamnya ada pungutan pada siswa,” kata Dedi Mulyadi menambahkan.
KDM juga mengungkapkan alasan kenapa seluruh sekolah di Jawa Barat, baik itu SD, SMP, SMA, SLB, hingga MI, MTs, dan MA, untuk tidak melakukan kegiatan tersebut. Karena ini akan selalu menimbulkan kecurigaan dan berdampak bagi tekanan psikologi para guru.
“Mari kita bersama-sama menata pendidikan yang lebih baik dengan satu komitmen dari saya bahwa anggaran bantuan provinsi untuk sekolah-sekolah akan difokuskan pada apa yang menjadi kebutuhan di sekolah. Bukan kegiatan-kegiatan dengan tujuan-tujuan lain,” tuturnya.
Selain larangan study tour dan renang, KDM juga membuat kebijakan lain untuk sekolah. Kebijakan itu mulai dari keuangan BOS yang tidak lagi dikelola kepala sekolah hingga membuat konten joget-joget.
“Pertama, seluruh pengelolaan keuangan diserahkan sepenuhnya kepada tim administrasi di setiap sekolah dan kami akan melakukan pendampingan administrasi, dengan Bupati/Wali Kota agar setiap sekolah disiapkan pengelola keuangan,” ujarnya.
Kiprah positif KDM ternyata menimbulkan polemik. Wajar jika ada pro dan kontra. Misalnya tentang wacana pelarangan wisuda rupanya menarik perhatian dari berbagai banyak pihak.
KDM yang mewacanakan larangan ini, menginginkan agar para orang tua tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk kepentingan wisuda.
Wacana ini ternyata mendapatkan ketidaksetujuan atau kontra dari beberapa pihak, pihak yang menolak pelarangan wisuda untuk kalangan SMP-SMA tersebut merasa bahwa para siswa berhak untuk menggelar selebrasi perpisahan meski dengan biaya yang tidak sedikit.
Munculnya wacana pelarangan wisuda oleh Dedi Mulyadi tentu saja bukan tanpa alasan, baginya kenangan itu bukan dibentuk saat wisuda, tapi kenangan juga bisa dirajut dari kelas 1 sampai kelas 3.
Sebelumnya kita perlu merujuk pengertian wisuda, wisuda adalah upacara peneguhan atau pelantikan bagi seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan.
Di kalangan akademik, wisuda menandai kelulusan mahasiswa yang telah menempuh masa belajar di perguruan tinggi.
Ingat pada kata yang di-bold, perguruan tinggi, bukan SMP-SMA yang merupakan pendidikan tingkat menengah.
Sehingga perayaan wisuda di kalangan sekolah yang bukan merupakan perguruan tinggi, tentu saja hal itu sudah salah secara pengertian. Namun saat ini, prosesi wisuda seakan menjadi hal umum bagi siapapun meski belum mengenyam bangku perkuliahan.
Lantas, perlukan perpisahan harus dikemas dalam bentuk wisuda yang membutuhkan biaya mahal???
Manusia mahkluk sosial yang unik, di mana setiap individu memiliki hak untuk mengekspresikan kebahagiaan salah satunya adalah ekspresi kebahagiaan setelah lulus dari bangku sekolah.
KDM tersebut juga tidak sepenuhnya melarang selebrasi kelulusan, ia juga mempersilakan siapapun menggelar wisuda asalkan tidak melibatkan sekolah karena ditakutkan pihak sekolah akan mengambil pungutan.
KDM mempersilakan pada siswa untuk mengekspresikan kebahagiaannya, misalnya dengan menggelar pentas seni yang menyajikan penampilan musik, seni tari, puisi dan lain sebagainya.
Sehinga tidak perlu menyewa gedung yang mahal hanya demi perayaan satu hari, toh momen wisuda tidak akan menjadi poin yang ditanyakan oleh pihak HRD.
KDM tidak melarang siswa merayaan kelulusan. KDM mempersilakan siswa merayakan kelulusan tapi tidak melibatkan pihak sekolah. Karena kalau melibatkan sekolah, tentu nanti akan ada pungutan untuk ini dan itu.
Akibatnya memaksa orang tua untuk mengeluarkan uang dalam jumlah yang banyak untuk kepentingan wisuda anaknya. Baik yang lulus TKRA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK.
“Silakan mengadakan acara perpisahan sendiri. Jangan libatkan sekolah. Karena kalau melibatkan sekolah tentu akan ada iuran yang membebani orang tua,” kata KDM dalam video YouTube yang viral saat ini.***
*) Ali Arifin, Pimred opinijateng.com