OPINIJATENG.COM – Saudaraku, penyakit iri dan dengki ini tampaknya, menjadi bagian dari “budaya” dan “akhlaqul madzmumah” – atau akhlak tercela — yang terus mendera sebagian saudara-saudara kita.
Dalam bahasa sederhananya mereka yang terserang sindrom iri dan dengki ini, akan melakukan cara apapun untuk menjatuhkan atau jika perlu menghabisi orang yang menjadi sasaran ke-iri-an dan ke-dengki-annya, meskipun tanpa ada bukti-bukti dan fakta yang jelas.
Karena itu, kita perlu menyadari bahwa soal jalan rezeki atau ma’isyah itu sudah dibagi-bagi oleh Allah, dan di antara hamba-hamba-Nya diberi jatah yang berbeda dan bahkan ada yang dilebihkan antara satu dan yang lain.
Oleh karena itu, melalui renungan ini, kita berusaha dan belajar untuk membuang penyakit iri dan dengki.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki” (QS. Al-Falaq (113): 1-5).
Asbab an-nuzul surat Al Falaq dan surat An-Nas menurut sebagian ulama adalah karena disihirnya Nabi SAW oleh seorang Yahudi bernama Labid bin Al-A’sham, di tali busur, di situ ada sebelas ikatan.
Imam Jalaluddin Al-Mahally dan Al-Suyuthi dalam Tafsir Al-Jalalin (h. 615) menjelaskan, Allah ‘Azza wa Jalla memberitahukan tentang sihir tersebut dan menjelaskan tempatnya.
Kemudian, dihadirkanlah ikatan tadi di hadapan Nabi Muhammad SAW, lalu diperintahkan membaca dua surat (Surat Al-Falaq dan Surat An-Nas).
Ketika dibacakan satu ayat, dari kedua surat tadi, lepaslah satu ikatan, lalu terasa ringan, hingga terlepas seluruh ikatan.
Setelah itu, beliau berdiri dalam keadaan bersemangat setelah terlepas dari seluruh ikatan”.
Kutipan di atas, merupakan pelajaran berharga bagi kita sebagai umat beliau. Rasulullah saw hamba Allah pilihan yang diutus sebagai Rasul saja disihir.
Bahkan dalam banyak Riwayat, beliau itu dicaci maki, dibilang gila, dilempari batu, — maaf – dilempari kotoran dan diludahi, seakan-akan menjadi bagian dari perjalanan tugas kenabian beliau.
Oleh karena itu, apabila ada sahabat dan saudaraku yang aktif melakukan pengabdian kepada umat dalam berbagai wadah organisasi, ketika Anda mendapatkan amanat, maka emban dan jalankan amanat itu dengan penuh tanggung jawab dan akuntabel.
Apapun jabatan Anda, apakah jabatan struktural di lingkungan birokrasi atau jabatan sosial, bukan tidak mungkin banyak saudara-saudara atau teman-teman Anda, yang boleh jadi bahkan juga ikut dalam organisasi yang sama, diam-diam menyimpan perasaan iri dan dengki, maka berhati-hatilah.
Karena dapat dipastikan, tidak semua orang memberikan apresiasi dan atau bahkan men-support-mu.
Ada juga mereka yang tidak suka, atau mudah-mudahan sih tidak sampai pada tingkatan iri dan dengki, yang terus berusaha untuk menebar “ranjau” dan “bisikan-bisikan” kepada siapapun, yang dianggap akan bisa membantu memfollow-up kebenciannya itu, untuk menjatuhkan orang-orang yang tidak disukainya, atau menjadi sasaran ke-iri-an dan ke-dengki-annya itu.
Allah ‘Azza wa Jalla sudah meletakkan hukum – sunnatuLlah — nya bahwa orang yang diberi banyak amanat itu, biasanya bukan karena ia yang meminta, akan tetapi karena orang melihatnya ia memiliki kualifikasi atau setidaknya kompetensi dan rekam jejak (track record) untuk mengemban amanat dari jabatan itu.
Selain itu, mari kita nasihati diri kita sendiri, untuk belajar semaksimal mungkin untuk membuang penyakit iri dan dengki.
Selain ini penyakit yang bisa “memakan hati” sendiri, juga sangat dilarang oleh ajaran agama.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhiah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya? Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Hujurat: 12).
Oleh karena itu, berbahagia dan bersyukurlah, jika pimpinan yang tentu sudah kamu anggap sebagai orang tuamu, sangat bijak memberi nasihat, berfikir jernih dan bersikap dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, dan tidak mudah untuk ikut “menghakimi” dan “memvonis”-mu tanpa ada bukti.
Sementara jabatan yang diirikan itu adalah jabatan sosial dan pengabdian pada umat.
Rasulullah saw dengan sangat bijak memberikan rambu-rambu, sebagaimana riwayat Ibnu ‘Abbas ra, bersabda: “Sekiranya manusia itu tuntutan atau dakwaan mereka dikabulkan, sungguh seseorang akan mendakwa atau menuntut harta dan darah suatu kaum, akan tetapi bukti itu wajib (dihadirkan) bagi penuduh dan sumpah bagi orang yang mengingkarinya”. (Hadits Hasan Riwayat Al-Baihaqy, tetapi sebagiannya ada di dua kitab Shahih).
Rasulullah saw juga mengingatkan, “Hindarkan menjatuhkan hukuman (hudud) karena masih syubhat atau tidak jelas kesalahannya” dalam Riwayat lain “Hindarkan menjatuhkan hukuman (hudud) dari kaum Muslimin semampu kalian”.
Ditakhrij oleh At-Tirmidzi, 1244, Al-Baihaqy dalam al-Sunan al-Kubra juz 8/238). “Keliru/salah memberi maaf itu lebih baik, daripada keliru/salah menjatuhkan hukuman”. Apalagi jika itu tidak ada bukti.
Mari kita cermati secara seksama, pesan Rasulullah saw: “Tanda-tanda kesengsaraan ada empat, pertama, melupakan dosa-dosa yang telah lalu, sementara di sisi Allah tetap terpelihara; kedua, mengingat-ingat kebaikan yang telah lalu, dan ia tidak tahu apakah kebaikannya itu diterima atau ditolak; ketiga, iri kepada orang yang di atasnya dalam urusan dunia; dan keempat, orang yang memperhatikan kepada yang di bawahnya dalam urusan agama.
Allah berfirman: “Aku menghendakinya maka ia tidak menghendaki Aku, maka aku meninggalkannya” (Minhajl Muta’allim).
Semoga kita semua dijauhkan dari sifat dan sikap iri dan dengki, karena selain bisa menyakiti orang lain, juga pasti akan menyakiti diri kita sendiri. Wai la Allah turja’u l-umur, Allah a’lam bi sh-shawab.
*)Prof. Dr. Ahmad Rofiq, MA. Guru Besar FSH dan Pascasarjana UIN Walisongo Semarang, Wakil Ketua Umum MUI Jawa Tengah, Direktur LPPOM-MUI Jawa Tengah, Ketua DPS RSI-Sultan Agung Semarang, Ketua II YPKPI Masjid Raya Baiturrahman Semarang, dan Ketua Bidang Pendidikan Masjid Agung Jawa Tengah.***