2 Oktober 2025 03:21
Dok Pribadi Sritina

Dok Pribadi Sritina

OPINIJATENG – Sritina, aku ingin menjadi manula yang bermanfaat. Belajar tidak memiliki batasan waktu atau usia. Yang dibutuhkan hanyalah semangat untuk belajar sepanjang hayat.

Ungkapan ini sangat pas untuk Sritina Laksmini, seorang guru sekolah dasar Muhammadiyah di Denpasar. Wanita yang kerap disapa Tina ini mengawali karir di dunia pendidikan formal saat berusia 40 tahun.

Tina tidak pernah membayangkan dirinya mendalami dunia pendidikan. Menjadi guru tidak pernah ada dalam pikirannya.

Kebutuhan ekonomi dan tidak ingin hanya menjadi ibu rumah tangga saja membuatnya mulai mengajar privat.

BACA JUGA : Deny Kurniawati: Semoga Tulisan Saya menjadi Kebaikan dan Amal Jariah

Kegiatan ini lalu berkembang menjadi pengajar di kursus sempoa aritmatika.

“Saya mengajar saat anak-anak sekolah (PAUD). Setelah menjemput anak dari sekolah dan mengurus keperluan mereka, saya lanjutkan lagi mengajar hingga sore hari,” ujar ibu dari dua orang putra ini.

Walaupun pernah bekerja selama dua tahun sebagai tim marketing sebuah bank, akan tetapi Tina memilih untuk bekerja di sektor informal.

Tina merasa hatinya tidak di dunia marketing dan ia ingin tetap bisa dekat dengan anak-anaknya.

Mengajar sempoa aritmatika dijalani selama kurang lebih delapan tahun.

BACA JUGA : Menebar Kebaikan dan Menjadi Bahagia dengan Menulis Adalah Cita-cita Wanita Ini

Peristiwa bom Bali tahun 2005 merubah jalan hidup Tina. Tragedi yang membuat perekonomian masyarakat Bali menurun ini juga berdampak pada berkurangnya secara perlahan peserta didik kursus.

“Waktu itu bom Bali tidak hanya sekali terjadi. Saat perekonomian sedang recovery, terjadi lagi peristiwa peledakan. Anak didik saya kebanyakan berasal dari keluarga yang orang tuanya bekerja di sektor pariwisata. Satu per satu anak didik saya berhenti. Dan akhirnya Bu Deni, pemilik kursus sempoa aritmatika, menutup usaha tersebut,” kisah wanita yang mahir menjahit dan memasak ini.

Seorang sahabatnya mengusulkan agar ia kuliah lagi untuk bisa mengajar di sektor formal. Walau sempat ragu karena mengingat usianya yang sudah mendekati kepala empat, Tina akhirnya mengambil kuliah akta empat selama enam bulan. Selesai kuliah, ia diterima sebagai pengajar di jenjang sekolah dasar.

BACA JUGA : Yuni Dwi Anggraini: ‘Menulis Adalah Bagian dari Mengukir Peradaban’

“Bagi saya tidak ada masalah harus mengajar di SD. Saya sudah sangat bersyukur di usia 40 tahun masih memperoleh kesempatan mengajar. Syarat penerimaan guru baru di perserikatan Muhammadiyah Bali saat itu maksimal 40 tahun,” tukas Tina yang kerap diminta menangani siswa yang bermasalah dalam proses pengajaran.

Hal yang menarik dari sosok seorang Tina, dia adalah jebolan jurusan Antropologi Udayana. Dia memperoleh title master pendidikan terlebih dahulu sebelum sarjana pendidikannya.

Keinginan untuk memperoleh sertifikasi mengajar membuat Tina kemudian mengambil kuliah lagi di PGSD.

Selama tiga semester ia menjalani hari-harinya dengan mengajar di sekolah, mengajar kursus privat, dan kuliah.
Mimpi Tina tidak berhenti saat berhasil memperoleh gelar master.

BACA JUGA : Mitha Denni, Guru Pertama dan Utama untuk Anak

Pada tahun 2017 Tina mulai belajar menulis dengan mengikuti pelatihan di SAGUSAKU IGI (Satu Guru Satu Buku – Ikatan Guru Indonesia) dan menerbitkan buku antologi bersama rekan pelatihannya.

Di tahun berikutnya, Tina mengembangkan sayapnya dengan mengikuti pelatihan blog di komunitas SAGUSABLOG IGI.

Konsistensi Tina mengantarkannya menjadi mentor blog di tahun 2019. Wanita yang memiliki aura seorang guru ini telah menjadi mentor lebih dari 20 kelas online pelatihan blog SAGUSABLOG dasar maupun lanjutan.

Pada September 2020 sekolah yang menerapkan pembelajaran jarak jauh akibat pandemi, Tina menemukan komunitas Makmood Publishing.

Sejak itu ia mengikuti beberapa kali kelas menulis dan sudah menelurkan 10 buku antologi.

BACA JUGA : Kurniati: Doa dan Dukungan Orang Tua menjadi Kunci Kesuksesan

Bahkan Tina saat ini sedang magang sebagai penanggung jawab kelas antologi. Ia sangat menantikan terbitnya buku antologi perdana.

“Mimpi saya sebagian sudah terwujud. Namun, saya ingin terus meningkatkan kemampuan saya dan menyebarkan kebaikan melalui tulisan saya,” jelas Tina di penghujung wawancara.

Prinsip hidupnya ingin menjadi manula yang bermanfaat menjadi energi penggerak Tina untuk terus belajar, belajar dan belajar. Ciayo, Bu guru Tina!

Ditulis oleh Ier Dewayani penulis di Bestie @belajar_belajarnulisceritafiksi. Jika ingin belajar menulis fiksi dan bergabung kelas Bestie bisa menghubungi bit.ly/Sariagustia.***

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *