9 April 2025 UIN Walisongo Semarang Berusia 55 Tahun

0
Prof Ahmad Rofiq di MTQN

Oleh: Ahmad Rofiq*)

OPINIJATENG.COM – SEMARANG – IAIN Walisongo didirikan pada 6 April 1970, berdasar Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 30 Tahun 1970 tanggal 6 April 1970.

IAIN Walisongo kemudian berubah menjadi Universitas Islam negeri (UIN) Walisongo Semarang, yang hari ini 9/4/2025 merayakan hari ulang tahun atau Dies Natalis-nya ke-55 dalam Rapat Senat Terbuka, yang seharusnya digelar pada 6/4/2025. Karena bersamaan hari Ahad, dan masih libur atau cuti Bersama.

Penegerian tersebut bersamaan dengan peresmian penegerian IAIN Walisongo berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI No. 30 dan 31 tahun 1970 pada tanggal 6 April 1970.

Rektor pertama sejak IAIN Walisongo dinegerikan adalah KH. Zubair (Ketua panitia pendiri Fakultas Tarbiyah Nahdlatul Ulama sekaligus Dekannya) hingga tahun 1973.

Nama “Walisongo” diambil dari Sembilan wali yang menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa. Para Walisongo tersebut:

Baca Juga: Kuasa Hukum Muh Arif Royyani Menyebut Dugaan Plagiasi Mantan Rektor UIN WS Sudah Dilaporkan 11 September 2023

Pertama, Sunan Gresik, Maulana Malik Ibrahim. Beliau merupakan keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad Rasulullah saw. Ada yang menyebutnya dengan Syekh Maghribi karena diduga berasal dari Maghribi – atau Maroko – suatu negeri Muslim di Afrika Utara.

Kedua, Sunan Ampel atau Raden Rahmat. Lahir 1401 di Champa, Kambodja. Raden Rahmat memulai dakwah dengan membangun pesantren di Ampel Denta sekitar Kota Surabaya di mana ada murid-muridnya kelak juga menjadi wali yang tergabung dalam Walisongo yakni Sunan Drajat, Sunan Giri dan Sunan Bonang.

Ketiga, Sunan Bonang, Raden Maulana Makhdum Ibrahim, lahir 1465. Raden Makhdum Ibrahim adalah keturunan langsung dari Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila. Penisbatan Bonang diambil dari istilah daerah di sebuah Desa di Kabupaten Rembang.

Keempat, Sunan Drajat atau Raden Qasim. Ia mendapat gelar Raden Syarifuddin, lahir 1470 M, bersaudara dengan Sunan Bonang putra Sunan Ampel.

Kelima, Sunan Kudus atau Ja’far Shadiq, keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad. Ja’far Shadiq adalah putra Sunan Ngundung. Lahir sekitar 1500 M. Sunan Kudus bukanlah asli kelahiran Kudus, ia lahir di Al-Quds, Palestina, dan hijrah dengan kakek dan kerabatnya ke tanah Jawa. Boleh jadi karena pertimbangan inilah, Masjid Menara Kudus, diberi Nama Masjid Al-Aqsha.

Baca Juga: Forum Guru Besar dan Dosen Kembali Mempertanyakan Penyelesaian Kasus Plagiasi Mantan Rektor UIN Walisongo

Keenam, Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin.  Beliau merupakan keturunan dari Maulana Ishaq, lahir di Blambangan 1442 M. Nama lain adalah  Ainul Yakin, ia biasa dipanggil dengan Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, dan Joko Samudro.

Ketujuh, Sunan Kalijaga atau Raden Syahid, lahir di Tuban 1450 M. Orang tuanya, Raden Ahmad Sahuri dan Dewi Nawangarum. Sunan Kalijaga juga dikenal dengan sebutan Syekh Malaya, Pangeran Tuban, Raden Abdurrahman dan Lokajaya.

Kedelapan, Sunan Muria. Namanya Raden Umar Said. Lahir dari pasangan Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama Muria dinisbatkan dari sebuah gunung bernama Gunung Muria, terletak di utara Kota Kudus, Jawa Tengah.

Baca Juga: 11 Titik Dugaan Plagiasi di BAB I Perbandingan Penelitian Kolaboratif Imam Taufiq dan Tesis Muh Arif Royyani

Kesembilan, Sunan Gunung Jati. Nama aslinya adalah Syarif Hidayatullah, lahir 1448 M. Ia adalah putra dari Syarif Abdullah Umdatuddin dan Nyai Rara Santan (Nurul Hidayati, 2020).

Walisongo dalam menyampaikan dakwahnya dengan model persuasif, menghargai kearifan lokal, untuk meminimalisir penolakan dari warga yang menjadi sasaran dakwahnya.

Substansinya merujuk pada QS. Al-Anbiya’:107, “Dan Kami tidak mengutusmu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS. Al-Anbiya’: 107).

Dalam operasionalnya, para Walisongo, menerjemahkan Islam dengan beradaptasi dengan kearifan lokal.

Karena itu, nyaris tidak ada pertentangan, apalagi perlawanan, dari masyarakat.

Pedomannya adalah QS. Ibrahim (14):4, “Kami tidak mengutus seorang Rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Ibrahim (14):4).

Baca Juga: 31 Persen Similarity Score Dugaan Plagiasi Penelitian Kolaboratif Imam Taufiq dan Tesis Muh Arif Royyani

Cetak Generasi Moderat

Islam hadir adalah untuk menebar kasih sayang bagi seluruh penduduk dan penjuru alam raya ini. Al-Qur’an mengidentifikasi bahwa “Allah menciptakan manusia sebagai hamba-Nya, terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan setelah itu dijadikan berpasang-pasangan, dalam rumpun bangsa-bangsa dan kabilah, agar di antara mereka saling mengenal (ta’aruf) (QS. Al-Hujurât: 13).

Keberagaman suku-bangsa dan kabilah tersebut, dimaksudkan agar di antara mereka terdapat saling kontestasi secara fair dengan spirit persaudaraan sejati, apakah itu persaudaraan sesam pemeluk Islam (ukhuwwah Islâmiyah), persaudaraan sesama anak bangsa (ukhuwwah wathaniyah), maupun persaudaraan sesama manusia (ukhuwwah basyariyah atau insâniyah).

Islam merupakan agama yang sangat ramah dengan kearifan lokal, termasuk di dalamnya budaya lokal.

Baca Juga: Kronologi Dugaan Plagiasi Rektor UIN Walisongo Semarang Imam Taufiq, Daviq Rizal: Mundur 8 dan 24 Bulan

Substansi ajaran agama, baik akidah, syariah, dan akhlak, lebih mengatur dalam hal-hal yang bersifat essensial dan substansial, dan lintas budaya, negara, dan lintas suku bangsa.

Karena itu, prediksi pada suatu saat Islam akan menjadi agama yang memimpin dunia ini, bukan hal yang mengada-ada. Hal ini, karena ajaran Islam didisain sebagai agama universal, untuk seluruh umat manusia di manapun adanya (Rofiq, 2022).

Dalam kaidah fiqh dikenal “al-‘âdah muhakkamah” artinya “kebiasaan itu dijadikan hukum”. Dalam kitab Al-Asybâh wa n-Nadhâir Qawâ’id wa Furû’ Fiqh asy-Syâfi’iyah yang ditulis oleh al-Imâm Jalâl al-Dîn ‘Abdurrahmân as-Suyûthy (w. 911 H), para Ulama sepakat bahwa kebiasaan yang terjadi secara berulang dalam masyarakat, selama tidak bertentangan dengan syariah, dapat diakui sebagai hukum.

Ini sejalan dengan kaidah Ushul Fiqh “Al-Tsâbit bi l-‘Urf ka ts-Tsâbit bi sy-Syar’i” artinya “Menetapkan hukum dengan “urf” (kebiasaan) sepertinya menetapkan hukum dengan syara’). Atau “Ats-Tsâbit ‘Urfân ka ts-Tsâbit Syar’an” artinya “Menetapkan hukum secara ‘Urf/kebiasaan seperti halnya menetapkan hukum secara Syara’”.

Baca Juga: Drama Plagiasi Berakhir Sudah! Prof Nizar Resmi Rektor UIN Walisongo Semarang 2022 2028, Ini Pesan Gus Men

Suprapto, yang menulis “Dialektika Islam dan Budaya Nusantara” (2021) menegaskan, bahwa bahasa agama ketika sudah dibumikan, maka nuansa lokalitas pasti akan turut mewarnainya.

Sepanjang tidak bertentangan dan itu serasi dengan aturan dasar dalam Islam, maka budaya dan kearifan lokal itu, jika diperlukan tetap dipertahankan.

Model dan pendekatan dakwah ajaran ke dalam Islam demikian inilah, yang dulu dikembangkan oleh para Wali, yang dikenal dengan Walisongo.

Para Walisongo yang merupakan orang-orang pilihan, dekat dan kekasih Allah, di dalam menyampaikan ajaran Islam, sangat menghormati budaya local sebagai formulasi kearifan dan wisdom dalam mengajak masyarakat ke jalan Allah.

Padahal apabila kita kenali lebih jauh para Walisongo tersebut, tidak seluruhnya berasal dari nusantara ini.

Mereka di dalam berdakwah merujuk pada spirit pesan Al-Qur’an surah An-Nahl: 125, yang artinya berbunyi: “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”

Baca Juga: Deklarasi Tesis Muh Arif Royyani Tertulis Karyanya Asli Tidak Plagiasi, Bukti Kejujuran Penulis Ilmiah

Walisongo saat menyampaikan ajaran Islam, para penduduk nusantara menganut agama Hindu, Budha, dan penghayat kepercayaan.

Agar mereka dapat menerima ajaran Islam, pendekatan yang dilakukan oleh para Wali, adalah “menghargai” nilai-nilai dan budaya lokal, dengan perlahan dan persuasive. Tidak ada pendekatan konfrontatif tetapi lebih menggunakan kelembutan dan kesejukan (Rofiq, 2022).

Dalam QS. Ibrahim (14): 4, Allah berfirman yang artinya “Kami tidak mengutus seorang Rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka”.

Secara umum, kata “lisan” yang disebut setidaknya 14 (empat belas) kali dalam Al-Quran, diartikan sebagai bahasa. (Rofiq, dalam Suprapto, 2021).

Dalam QS. Ad-Dukhan (44): “Sesungguhnya Kami mudahkan Al-Qur’an itu dengan bahasamu supaya mereka mendapat pelajaran”. Sudah barang tentu, persoalan bahasa Arab tidak ada perbedaan pendapat.

Baca Juga: Fix! Imam Taufiq Lakukan Plagiasi! Senat UIN Walisongo Semarang Laporkan ke Pusat

Para Ulama membahasakannya dengan bahasa yang mudah difahami oleh manusia yang menjadi sasarannya, maka digunakanlah bahasa yang sesuai dengan bahasa warga setempat.

Ibn Rusyd menyatakan “Al-Syariah mutahaddidah wa al-waqa’I’ mutajaddidah” artinya “Syariah itu sudah dibatasi (selesai) diturunkan, dan kasus-kasus (hukum) bertambah kebaruannya”.

Selamat ber-Dies Natalis yang ke-55 UIN Walisongo, ditunggu “Inovasi dan kolaborasimu untuk terus mencetak generasi mopderat” guna mengawal NKRI yang sepertinya tidak sedang baik-baik saja.

Baca Juga: Ini Profil Kiai Misbah Mustafa yang Salah Satu Karyanya Dikaitkan dengan Dugaan Plagiasi Prof Imam Taufiq

Karena itu mimpi besar Indonesia menjadi PTKN riset berkelas dunia, harus terus diwujudkan melalui kajian dan riset akademik agar Islam mampu dibumikan di nusantara yang berkontribusi membangun kemanusiaan dan peradaban dunia global. Allah a’lam bi sh-shawab.***

*)Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA., Rektor IKMB yang segera beralih menjadi Universitas Agung Putra Indonesia (UAPI) Semarang, Guru Besar FSH dan Pascasarjana UIN Walisongo Semarang, Direktur LPPOM-MUI Jawa Tengah, Anggota DPS BPRS Bina Finansia, Ketua DPS RSI- Sultan Agung Semarang, Ketua Bidang Pendidikan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Ketua II YPKPI Masjid Raya Baiturrahman Semarang, Anggota Dewan Penasehat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Pusat, dan Ketua DPS BPRS Kedung Arto Semarang.

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *