OPINIJATENG.com-Sari, Citra dan Shinta adalah sahabat karib. Setiap sore mereka selalu bermain bersama di depan halaman rumah, karena rumah mereka berdekatan. Biasanya mereka bermain bola bekel, ular naga, masak-masakan, petak umpet dan masih banyak lagi. Mereka selalu terlihat gembira. Namun tidak dengan Laura, nampaknya permainan tersebut membuat dia bosan.
Sepulang sekolah mereka janjian untuk bermain bersama. Sari dan Citra mencoba mengajak Laura, tetangga barunya untuk bermain bentengan di depan rumahnya.
“Assalamualaikum, Laura, Laura, ” panggil Sari dari depan rumah Laura.
Tidak lama kemudian Laura membuka pintu.
“Waalaikumsalam. Ada apa Sari dan Citra?” tanya Laura bingung.
“Laura kita main, yuk!”
“Main? Mau main apa?” tanya Laura
“Kita mau main bentengan, ” ucap Sari.
“Wah, mohon maaf ya Sari. Aku tidak suka permainan itu. Biasanya aku bermain roller blade, HP, dan PS. Terima kasih atas ajakannya, ” ucap Laura seraya menolak ajakan Sari kemudian langsung menutup pintunya.
“Uh, sombong sekali tetangga baru kita ini. Maklum dia anak orang kaya. Lihat saja rumahnya yang besar dan tingkat. Mana mau bermain tradisional bersama kita, ” ucap Sari kesal.
“Sudah tidak usah dipikirkan, kita bermain dengan yang lain saja ya, ” ujar Citra mencoba menenangkan hati Sari.
Tidak lama kemudian di depan rumah Laura terlihat banyak anak yang sudah berkumpul untuk bermain bentengan.
Mereka bersiap mencari regunya masing-masing.
“Kita buat dua kelompok ya, karena kita ada delapan orang maka kita buat satu kelompok empat orang. Bagaimana kalau kita gambreng saja supaya adil, ” ucap Shinta
“Idemu bagus juga, ” jawab Sari
“Ayo! teman-teman kita hompimpa, ” ujar Shinta sambil mengajak teman yang lain untuk berkumpul.
Hompimpa alaium gambreng. Mpok Ijah pakai baju rombeng
Saat telapak tangan mereka sudah dijatuhkan terlihat ada yang menghadap ke bawah atau ke atas.
“Hore aku seregu dengan Sari, ” kata Shinta bahagia
“Ya, aku berpisah dengan kalian, ” ucap Citra sedih
“Tidak apa Citra, ini ‘kan hanya permainan, ” ucap Shinta
Mendengar ucapan Shinta, akhirnya Citra tetap ikut bermain bentengan.
Mereka sudah di bentengnya masing-masing dan bersiap untuk jaga.
Terdengar keramaian di depan rumah Laura.
Tidak lama kemudian terdengar teriakan dari dalam rumah Laura.
“Berisik!”
Mendadak semua terdiam dan berusaha mendengar teriakan itu.
“Sepertinya terdengar dari dalam rumahnya Laura ya?” tanya Sari
“Iya ya, kenapa Laura teriak ya? Apa dia terganggu kita bermain di depan rumahnya?” tanya Shinta
“Sudahlah biarkan saja. Siapa suruh dia tidak mau bermain dengan kita, ” ucap Sari tidak peduli dengan teriakan itu.
Mereka melanjutkan permainannya. Terlihat seru sekali. Mereka saling berlari dan menjaga benteng mereka agar tidak disentuh oleh lawan. Tiba-tiba ada suara teriakan pom.
“Hore, aku berhasil menyentuh benteng!” teriak Citra dan disambut bahagia teman yang lainnya.
Kali ini Sari kalah karena tidak menjaga benteng dari lawan.
“Ya, payah nih Sari. Tumben sih kamu tidak bisa menjaga benteng dengan baik. Kenapa bentengnya ditinggal?” ujar Shinta kesal.
“Maafkan aku ya, Shinta, ” ucap Sari
Tiba-tiba suasana hari ini terasa sedikit berbeda. Mendadak Sari langsung pulang ke rumah tanpa pamit dengan teman yang lain.
“Shinta, kenapa Sari tiba-tiba pulang? Masa kita sudah selesai bermain, ” tanya Citra heran.
“Entahlah, mungkin dia marah padaku. Maafkan ya Citra, mungkin aku telah berkata yang menyinggung perasaannya, ” ujar Shinta.
“Bagaimana kalau kita ke rumahnya dan meminta maaf kepadanya?”
“Hem, menurutku besok saja saat di sekolah. Aku akan minta maaf kepadanya, ” ucap Shinta dengan muka sedih.
“Baiklah kalau begitu. Teman-teman hari ini kita selesai bermainnya ya!” ucap Citra kepada teman yang lainnya.
Hu … sorak teman-teman.
Kami pulang ke rumah masing-masing.
Keesokan harinya, aku dan Citra mencoba menghampiri rumah Sari untuk berangkat ke sekolah bersama. Namun, ternyata Sari berangkat lebih pagi dari biasanya.
Berangkatlah kami berdua ke sekolah menggunakan mikrolet.
Sesampai di sekolah terlihat Sari sedang duduk sendiri di depan kelas. Aku dan Citra mencoba menghampirinya.
“Sari, kamu marah ya dengan kita?”
Sari hanya terdiam membisu.
“Maafkan aku ya kalau sudah menyinggung perasaanmu. Tidak seharusnya aku berkata seperti itu. Apakah kamu mau memaafkan aku?” tanya Shinta dengan muka memelas.
“Baiklah Shinta, aku memaafkanmu, ” ucap Sari sambil tersenyum.
Bel sekolah sudah berbunyi, tanda mereka harus segera masuk ke dalam kelas.
Selama proses belajar berlangsung, tiba-tiba ibu guru mengumumkan bahwa hari ini anak-anak akan dipulangkan lebih awal, karena semua guru beserta staf akan ada rapat sekolah. Semua murid bersorak-sorai mendengar ucapan ibu guru.
Bergegaslah Sari, Citra dan Shinta membereskan buku pelajaran mereka, kemudian pulang bersama menggunakan mikrolet
Sampailah kami di tujuan. Saat menuju rumah masing-masing, kami bertemu dengan Laura. Ya, dia anak yang sombong itu.
“Hai! kalian sudah baikan ya? Cie yang sudah baikan, ” ledek Laura
Tiba-tiba mereka kaget mendengar ucapan Laura dan saling bertatap muka.
“Shinta, kok Laura tahu kalau kita sempat ada masalah?” tanya Citra heran.
“Mana aku tahu. Apa mungkin Laura selama kita bermain dia mengintip dari jendela rumahnya? ” kata Shinta sambil mengernyitkan dahi.
“Hem, bisa jadi ya, ” ucap Citra.
Mereka langsung melangkahkan kaki menuju rumah masing-masing.
Sore pun tiba, mereka berkumpul di depan rumah Laura untuk bermain bersama teman yang lain. Tidak lama kemudian datanglah Laura.
Kami saling bertatap muka dan bertanya-tanya kenapa Laura datang menghampiri.
“Sari, Citra dan Shinta apakah aku boleh ikut bermain bersama kalian?” tanya Laura sambil tertunduk malu.
“Hah! Apa? Kamu ingin bermain sama kita. Apa aku tidak salah dengar ya? Kamu ‘kan orang kaya mana mau bermain tradisional seperti ini, ” ucap Sari dengan nada sinis.
“Maafkan ya, Sari. Aku mengaku salah sudah mengucapkan itu kepadamu. Kalian ingat saat kemarin sedang bermain bentengan ada suara teriakan dari dalam rumahku. Itu suaraku. Sebenarnya saat itu aku sedang mengintip kalian sedang bermain. Terlihat sangat bahagia. Aku ingin sekali gabung bermain dengan kalian. Namun, aku sudah terlanjur menolaknya. Sekali lagi maafkan aku, ” ucap Laura dengan nada sedih.
“Sudah, sudah. Laura sudah mengakui kesalahannya. Tidak baik kita terus menghakiminya. Allah saja Maha Pemaaf, masa kita manusia biasa tidak mau saling memaafkan. Ayo! Sari, Citra, Laura kalian harus saling memaafkan dan bersalaman. Tidak baik seperti itu, ” ucap Shinta.
Akhirnya mereka bersalaman dan saling mengucapkan maaf.
“Nah, gitu dong. Kita bisa saling bersahabat ‘kan?”
Mereka langsung tersenyum lepas, kemudian saling berpelukan.
“Teman-teman, ada teman baru namanya Laura. Dia ingin bermain bentengan bersama kita ya,” teriak Shinta kepada teman yang lainnya.
“Oke, Shinta.”
Aku bahagia, karena Laura sudah menyadari kesalahan yang sudah dia lakukan dan kini kita menjadi sahabat sejati.***