Sejak Minggu 24 Oktober 2021, OPINIJATENG.com menyajikan novel “Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang” karya Wardjito Soeharso, novelis asal Kota Semarang, secara bersambung (serial). Semoga bermanfaat. (red)
OPINI JATENG –
Dodit tidak tahu apa yang sedang dibicarakan Iben dengan Lita.
Dia celingukan, sebentar melihat Iben sekejap kemudian ganti melihat Lita.
Tapi, Iben segera duduk, maka Dodit pun ikut duduk di samping Iben.
Lita duduk berseberangan meja.
Jadi Lita bisa melihat langsung wajah kedua pemuda di hadapannya.
BACA JUGA:Doa Mohon Dijadikan Manusia yang Bersyukur dan Rendah Hati, Begini Doanya
Begitu pula, Iben dan Dodit bisa memandang langsung wajah Lita yang hanya berbatas meja baca.
“Tumben, tante Lita ikut ke kampus?” tanya Dodit pada Lita.
Iben tertawa kecil mendengar pertanyaan Dodit.
Sedang Lita, wajahnya sedikit memerah karena dipanggil tante oleh Dodit.
Terasa aneh saja di telinganya.
Tapi Lita segera menguasai perasaannya.
Dia sadar, statusnya adalah ibu tiri Iben.
Sudah selayaknya bila Dodit memanggilnya tante.
BACA JUGA:Peran Ayah Terhadap Karakter Anak, Kebahagiaannya Tergantung pada Keteladananmu
Meskipun dalam hati Lita ada sesuatu terasa mengganjal.
“Ah, aku bosan di rumah terus, Dit. Iben suka cerita suasana kampus. Suka cerita tentang kamu juga. Makanya, aku pengin juga lah lihat-lihat suasana kampus itu kayak apa.” Lita menjelaskan pada Dodit.
“Iben juga sering cerita tentang tante, kok. Iya kan, Ben?” kata Dodit sambil menyikut pelan Iben.
Iben tidak menjawab.
Mulutnya saja yang sedikit dimajukan agak monyong.
BACA JUGA:Malaikat Mendoakan Orang yang Ucapkan Amin setelah Imam Baca Al Fatihah
“Begitu ya. Jadi aku tidak perlu lagi bercerita dong. Kan Dodit sudah dapat lengkap ceritanya dari Iben.” canda Lita. Iben hanya meringis mendengarnya.
“Begitulah kira-kira, tante,” sahut Dodit, ikut tertawa pelan.
Iben meraih tumpukan buku yang ada di depannya.
Diambilnya satu buku yang tipis.
Diangsurkannya buku itu kepada Lita.
Lita menerima buku itu, membaca judulnya, Dangdut Pantura, Refleksi Sosio-Kultural Kaum Marginal.
“Itu buku Laporan Penelitian dosenku. Sangat menarik isinya. Baca saja untuk mengisi waktu di sini. Dari pada bengong nunggu kami kerja,” kata Iben, yang mulai membongkar isi ranselnya.
Laptop, buku tulis, bolpoin, buku kecil berisi catatan-catatan kecil.
Lita membolak balik buku itu.
Dibacanya sekilas nama pengarang dan sedikit informasi biodatanya di sampul belakang.
BACA JUGA:Peraturan Terbaru Perjalanan ke Luar Negeri Berlaku Mulai Tanggal 7 Januari 2022, Begini Aturannya
“Oh, ini profesor yang tiap minggu nulis “Gayeng Semarang” di koran itu ya? Aku suka baca tulisannya. Mudah dimengerti oleh orang bodo seperti aku.” Lita berkomentar tentang pengarang buku itu.
“Iya, beliau antropolog. Jadi masih tertarik dengan musik dangdut juga kayaknya. Hehehe…” jawab Iben dengan tertawa pelan. “Baca saja kalau tertarik. Kalau gak ya gak papa.” lanjutnya.
Lita tersenyum kecut.
Sebagai gadis kampung yang hanya lulus SMA, lalu jadi penyanyi dangdut, mana pernah dia baca buku tentang penelitian?
Buku yang sudah dibacanya paling-paling novel remaja.
Itu pun dibacanya waktu masih sekolah SMA dulu.
Novel yang dia pinjam dari Perpustakaan Sekolah, karena setiap siswa diwajibkan meminjam dan membaca.
Sesudah membaca harus membuat laporan baca.
Ah, ingatan Lita kembali ke masa masih sekolah di SMA dulu.
Masa-masa remaja yang serba manis dan indah.
Dia ingat, temannya sekelas yang bernama Joko, yang suka nulis puisi, yang naksir dirinya tapi tak pernah berani menyatakannya.
Joko lah yang membantunya membuat laporan baca buku untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Waktu Bu Susi, guru Bahasa Indonesia itu, memberi tugas baca novel bergenre sastra, Lita sempat bingung.
Buku apa yang akan dibacanya? Untung di perpustakaan, Lita bertemu Joko, yang juga sedang cari novel untuk tugas baca.
“Ta, kamu baca novelnya Ahmad Tohari saja, Ronggeng Dukuh Paruk. Ceritanya bagus lho. Tentang kehidupan seorang ronggeng di wilayah Banyumas.” Joko menyodorkan sebuah novel yang tidak terlalu tebal. Lita mengamati sampul buku itu.
“Kamu sudah baca novel ini?” tanyanya.
BACA JUGA:Lirik Lagu Kehilangan Firman Siagian
“Ya sudah, dong. Mosok aku menawarkan padamu kalau belum baca?” sergah Joko, mencoba meyakinkan pilihannya adalah tepat.
“Ini novel yang sering disebut Bu Susi waktu mengajar ya?” tanya Lita.
“Ya, kayaknya Bu Susi penggemar berat Ahmad Tohari. Nih, aku juga mau baca novel Ahmad Tohari, judulnya Di Kaki Bukit Cibalak. Pokoknya kalau bikin resensi novelnya Ahmad Tohari, Bu Susi pasti suka. Dan ditanggung dapat nilai A. Hehehe…” Joko bersemangat merayu Lita dengan pengetahuannya tentang Ahmad Tohari dan novelnya.
“Begitu ya? Oke deh. Aku ambil Ronggeng Dukuh Paruk.” akhirnya Lita membuat keputusan.
KOMENTAR : weesenha@gmail.com***