27.9 C
Central Java
Senin, 16 Juni 2025

Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 34

Banyak Dibaca

Sejak Minggu 24 Oktober 2021, OPINIJATENG.com menyajikan novel “Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang” karya Wardjito Soeharso, novelis asal Kota Semarang, secara bersambung (serial). Semoga bermanfaat. (red)

Wardjito Soeharso

OPINIJATENG.COM –

Bagian 6

SANG PEMBERONTAK

Alarm berbunyi pukul tiga dini hari.

Iben segera bangun dan bersiap.

Dia ingin mengantar Ikang ke bandara.

Dia tidak tahu jadwal penerbangan kakaknya ke Amerika, jadi yang bisa dia lakukan adalah bangun pagi dan menunggu.

Iben menunggu di ruang tengah, tempat di mana dia bisa melihat kakaknya menuruni anak tangga.

Iben sangat yakin tidak akan melewatkan kesempatan itu.

“Hey bangun! Kenapa tidur di sini! Hey!”

“Kak Ibas?” Ucap Iben yang masih setengah sadar.

“Kenapa tidur di sini? Kamu punya dua kamar. Apa masih kurang?”

“Jam berapa sekarang?!”

“Jam tujuh. Kenapa?”

Iben terkejut karena dia tertidur sangat lama.

Tanpa mempedulikan Ibas dia segera berlari ke kamar Ikang.

Berulang kali mengetuk pintu tapi tetap tidak ada jawaban.

Iben mendapati kamar Ikang telah kosong.

Dia kembali berlari menuruni anak tangga.

Kali ini dia mencari Mbok Siti di dapur.

“Mbok! Mbok Siti!” teriak Iben.

Ibas penasaran dengan tingkah Iben yang aneh dan mengikuti Iben ke dapur.

Baik Ibas ataupun Iben terkejut melihat seseorang yang bukan anggota keluarga mereka.

Orang itu bukan Mbok Siti, melainkan Lita.

“Apa yang kamu lakukan di sini! Mana Mbok Siti!” bentak Iben.

Belum sempat Lita menjawab Mbok Siti datang dengan berlari tergesa-gesa.

“Ada apa, Den?”

“Mana Kak Ikang?” tanya Iben.

“Dia sudah berangkat, Den”, jawab Mbok Siti.

“Jam berapa? Kenapa aku tidak tahu?”

“Jam lima, Den. Tadi dia meminta saya agar jangan membangunkan Den Ibas dan juga Den Iben.”

“Aku bangun jam tiga pagi supaya bisa mengantar Kak Ikang ke bandara. Mbok Siti harusnya beri tahu aku tadi!”

“Maaf, Den. Saya tidak tahu.” jawab Mbok Siti merasa bersalah.

“Hei, kenapa kamu bentak Mbok Siti begitu?! Jelas-jelas ini bukan salahnya.” bela Ibas.

Iben setuju dengan Ibas, dalam hal ini Mbok Siti tidak bersalah.

Tapi masih ada hal yang menjadi pertanyaan bagi Iben, begitu juga Ibas.

Mereka berdua melihat ke arah wanita yang sedang menyiapkan makanan.

Lita canggung karena mendapatkan tatapan sangat dingin dari Ibas dan Iben.

“Selamat pagi.” hanya itu yang bisa terucap dari bibir Lita.

“Apa kamu tidur di sini semalam?” tanya Iben.

“Dengan ayah? Kamu gila?” tanya Iben lagi.

“Sudah berapa kali? Sejak kapan?” tanya Ibas.

Ketegangan muncul di antara mereka.

Mbok Siti diam dan mengamati, dia juga ingin Lita menjawab semua pertanyaan itu.

Sementara Lita melemparkan senyum pada mereka dan mulai mencari alasan.

“Ibas aku sering melihatmu di TV. Kamu sangat pandai bermain musik,” ucap Lita gugup.

“Oh ya? Padahal aku lebih suka bekerja di balik layar. Dan sepertinya penyanyi dangdut lebih sering muncul di TV, sayang sekali aku jarang menonton TV,” jawab Ibas.

Mendengar jawaban Ibas.

Iben dan Mbok Siti tersenyum geli.

“Ngomong-ngomong kita ini seumuran kan? Kamu hebat, di umur dua puluh empat tahun sudah bisa sesukses ini,” ucap Lita kembali mengalihkan pembicaraan.

“Orang hebat sepertiku tidak bisa menebak apa saja yang orang lain bisa lakukan di umur dua puluh empat tahun. Dan kamu melakukan hal yang tidak pernah terpikirkan olehku, apa itu bisa disebut hebat? Calon ibu?”

BACA JUGA :Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 32

“Sebaiknya kalian sarapan dulu, aku sudah memasak untuk kalian,” kata Lita.

“Tchhh… Yang benar saja. Kamu pikir kamu siapa? Tidur dengan ayahku bukan berarti kamu bisa jadi ibuku!” potong Iben.

“Kamu ingin mengantarkan kakakmu kan? Antar aku ke studio,” perintah Ibas pada Iben.

“Biar saya bantu menurunkan barang-barang, Den,” pinta Mbok Siti yang dijawab dengan senyuman Ibas.

Setelah Ibas, Iben, dan Mbok Siti pergi, Lita membanting piring yang dipegangnya dari tadi.

Lita sangat marah karena tidak bisa berbuat apa-apa meski mereka telah sangat merendahkan dirinya.

Lita takut pada Ibas, karena dia artis yang dihormati dan Ibas bisa dengan mudah menghancurkan Lita.

Yang paling dibenci oleh Lita adalah Iben.

Iben sangat kasar dan sangat merendahkannya, tapi Lita tidak takut karena dia tahu Iben bukan siapa-siapa dan tidak bisa melakukan apapun padanya.

Lita dendam pada Iben dan akan membalas perbuatannya.

“Mereka lebih menghormati pembantu dari pada calon ibu mereka?! Seharusnya mereka bisa bersikap seperti Ikang yang menghargai orang lain. Meskipun tatapan Ikang padaku tidak menunjukan dia menyukaiku, aku rasa dia memang cocok jadi putra kesayangan Theo. Tapi tetap saja mereka semua menyebalkan! Menyebalkan! Bahkan pembantunya juga menyebalkan!”

Lita terus saja berbicara pada dirinya sendiri, “Jika Theo bukan pejabat aku tidak akan menikah dengan laki-laki tua itu! Jika bukan karena uang aku tidak akan membiarkan hidupku berakhir dalam keluarga gila ini!”

Iben terkejut melihat semua barang-barang Ibas yang sudah tertata rapi.

Mbok Siti dan tukang angkut barang mulai mengangkat satu persatu barang-barang Ibas dan menatanya di truk.

“Kapan kakak lakukan ini? Apa ini alasan kenapa pintu kamar kakak selalu tertutup rapat?” Tanya Iben.

“Aku akan segera kembali ke Australia. Dan aku tidak bisa membiarkan barang-barangku terbengkalai. Kamu tahu kan perjuanganku sangat berat untuk mendapatkan itu semua?. Di studio mereka akan dijaga dan digunakan dengan baik.”

“Di sini tempat kakak kembali! Kamar ini, rumah ini. Jangan lakukan ini, Kak. Kayaknya kakak akan pergi dan tidak akan kembali.”

“Kamu masih sembilan belas tahun, jadi jangan pikirkan apa pun. Yang harus kamu lakukan adalah menjaga yang seharusnya kamu miliki. Jadi kamu harus tetap di sini.”

“Lalu kenapa kakak pergi?”

KOMENTAR : weesenha@gmail.com***

Artikel Terkait

Artikel Terakhir

Populer