26.7 C
Central Java
Selasa, 24 Juni 2025

Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 54

Banyak Dibaca

Sejak Minggu 24 Oktober 2021, OPINIJATENG.com menyajikan novel “Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang” karya Wardjito Soeharso, novelis asal Kota Semarang, secara bersambung (serial). Semoga bermanfaat. (red)

Wardjito Soeharso

OPINIJATENG.COM –

Theo tidak pulang ke Semarang.

Dia lebih memilih tetap di Jakarta.

Sepulang dari Cina, dia harus segera mempersiapkan segala sesuatunya untuk proyek berikutnya.

Ya, dia dan beberapa kawan anggota Dewan dan Pejabat Teras di Kementerian Perhubungan, berkunjung ke Cina dalam rangka melihat langsung industri kereta super cepat.

Pemerintah sedang memprogramkan pembangunan jalur rel kereta super cepat yang menghubungkan Jakarta – Bandung.

BACA JUGA:Menyongsong Hari Ibu : Mewaspadai Bangkitnya Malin Kundang Kembali

Proyek ini menelan anggaran triliunan rupiah, dan diproyeksikan harus selesai dalam waktu tiga tahun.

Pemerintah Cina sudah memberi lampu hijau untuk memberi pinjaman untuk mendanai proyek bergengsi itu.

Sebagai Wakil Ketua DPR, Theo sangat berkepentingan dengan proyek ini.

Itulah sebabnya, begitu pulang dari Cina, dia langsung mengagendakan rapat kilat dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian BUMN.
Dia ingin keduanya segera menindaklanjuti desain proyek ini, berkoordinasi dengan Gubernur DKI Jakarta dan Gubernur Jawa Barat, agar semua pihak mulai melangkah untuk mewujudkannya.

Theo sangat paham, mega proyek bernilai triliunan seperti ini akan menjadi sangat berarti bagi partainya, juga bagi dirinya tentunya.
Siapa sih di negeri ini, yang tak paham soal political financing?

Proyek pembangunan bernilai triliunan, yang nyata masuk ke proyek hanya sekitar enam puluh persen saja.

Kebocoran karena korupsi sudah lumrah.

Pejabat Negara dan Anggota Parlemen sudah banyak yang ditangkap, tetapi faktanya toh tidak menyurutkan perilaku koruptif.

Kebutuhan partai akan dana yang besar dan tuntutan hidup mewah dari para Pejabat Negara, menjadi faktor pendorong utama untuk terus melakukan korupsi.

BACA JUGA:Bekali 5 Strategi Ini Agar Anak Dapat Melindungi Diri Sendiri

Theo pun tak bisa lepas dari tuntutan-tuntutan seperti itu.

Makanya, begitu mendapat kesempatan untuk memfasilitasi proyek besar, dia dengan segera bergerak cepat.

Sudah barang tentu bukan dia sendiri yang harus mengurusi proyek karena banyak kawan-kawan di partai dan juga pihak-pihak yang bertugas di bidangnya masing-masing, yang akan bergerak langsung menangani terutama saat proyek mulai berjalan.

Theo dan teman-teman di DPR hanya berperan sebagai verifikator anggaran dan rekomendasi proyek menjadi multi-years, dan main mata dengan Kementerian untuk menentukan siapa dari mana mendapat apa.

Begitulah pola kerja politik.

Dengan membangun jaringan, semuanya harus tampak beres dan rapih.

Yang namanya negosiasi hampir tidak pernah terjadi di ruang kerja.

Lobby-lobby dan kesepakatan banyak dicapai dengan jalan-jalan dan hura-hura.

Kehidupan malam identik dengan pertemuan-pertemuan rahasia.

Selalu ada pihak ketiga yang siap memberikan hiburan dengan segala totalitas pelayanannya.

Dan Theo jarang sekali melewatkan tawaran menikmati malam dengan rekan-rekannya.

Hura-hura dan berpesta.

Awalnya dulu Theo melakukannya demi kelancaran bisnis tapi lama kelamaan menjadi keranjingan.

Dengan kekuasaan di tangannya, Theo sering ditawari wanita cantik, yang seperti apa saja keinginannya, bahkan artis sekali pun.

Tak jarang wanita itu ditawarkan kepadanya hanya demi sebuah tanda tangan.

Malam-malam harinya lebih banyak yang tersita di luar sana. Tak tersisa bagi keluarga.

BACA JUGA:Musda MUI Ke-10 Harus Bermanfaat bagi Masyarakat dan Pemkab Banjarnegara

Transparency International masih menempatkan Indonesia sebagai salah satu Negara terkorup di dunia.

Transparency International adalah lembaga independen tingkat dunia, berpusat di Berlin, Jerman.

Didirikan tahun 1993 dengan tujuan ”berperang” melawan korupsi yang terjadi di semua negara di dunia.

Untuk itu, secara periodik lembaga ini melakukan penilaian terhadap perilaku korupsi penyelenggara dan pejabat negara di seluruh dunia.

Termasuk melakukan penilaian untuk Indonesia.

Indonesia yang kaya dengan segala sumber daya.

Rakyatnya masih banyak yang bodoh dan miskin, walau sudah mendekati seabad merdeka, tetapi pemerintah dan birokrasinya masih terjangkiti virus korupsi.

Catatan Transparency International masih menempatkan Indonesia termasuk kategori negara dengan pemerintahan yang korup.

Sungguh memprihatinkan.

Semua itu terjadi karena para pemimpinnya banyak yang korupsi.

Mereka lebih banyak memikirkan kepentingan kelompok dan dirinya sendiri.

Tidak ada istilah berjuang untuk rakyat.

Mulutnya berbicara demi rakyat, tetapi perilakunya berbicara atas nama perut dan bawah perut.

Betapa Indonesia belum menyadari ketertarikan Negara asing dengan sumber daya yang ada di dalam buminya.

Amerika dan beberapa Negara maju lainnya tidak pernah lepas mengawasi Indonesia, walau dari jauh.

BACA JUGA:Bus Trans Banyumas mulai Beroperasi, Layani Rute Terminal Ajibarang-Pasar Pon

Ikang, yang sedang belajar ekonomi di Boston, ingin menjadi pengamat ekonomi, dan selama ini selalu mengikuti perkembangan ekonomi yang sedang terjadi di Indonesia.

Ikang tahu betul ayahnya adalah salah satu sosok yang menjadi sorotan.

Sebagai Wakil Ketua DPR, ayahnya menempati posisi strategis dan banyak dimintai pendapat oleh media.

“Hai, Dad, are you okay?” tanya Ikang lewat sambungan telepon.

“Tentu. Kenapa kamu tiba-tiba bertanya keadaan ayah?”

“Sepertinya ayah terlalu sibuk dengan urusan Negara. Ayah kayaknya tidak peduli lagi pada perusahaan yang akan diwariskan padaku?”

“Are you kidding? Ayah tetap berusaha agar perusahaan kita bisa lebih maju dan memperoleh banyak keuntungan. Agung sudah menanganinya dengan baik. Fokuslah belajar, segera lulus dan kau akan terima hadiah dari ayah nanti?”

“Oh, really? What’s that, Dad? Aku minggu depan mulai ujian akhir semester. Doain semua lancar, ya Dad.” Kata Ikang sebelum menutup teleponnya.

“Hm, ya. Belajar yang baik saja. Kamu pasti bisa.”

“Eh, Dad, nama ayah kok santer disebut-sebut oleh New York Times, dikaitkan dengan mega proyek kereta super cepat dari Cina? Be careful, Dad. Tetaplah bermain dengan cantik dan elegan. Hehehe….” Ikang bicara begitu dengan nada setengah berseloroh.

“Ah, kamu tahu apa soal begituan. Udah selesaikan tugasmu. Nanti kamu juga akan belajar politik seperti ayah.” Theo juga menanggapi santai omongan Ikang.

Setelah mengetahui ayahnya baik-baik saja Ikang justru merasa khawatir. Dia bisa membaca masa depan dengan logika berpikirnya yang cerdas, tapi tidak bisa melakukan apa pun selain berdoa agar apa yang dia duga tidak menjadi kenyataan.

KOMENTAR : weesenha@gmail.com***

Artikel Terkait

Artikel Terakhir

Populer