Sejak Minggu 24 Oktober 2021, OPINIJATENG.com menyajikan novel “Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang” karya Wardjito Soeharso, novelis asal Kota Semarang, secara bersambung (serial). Semoga bermanfaat. (red)
OPINI JATENG –
Iben membuka mata.
Gelap.
Hanya ada pendar cahaya dari lampu luar yang cahayanya masuk melalui kaca jendela.
Sudah malam.
Iben tidak tahu, apakah tadi dia tidur atau pingsan.
Iben lalu bangkit dari tempat tidur.
Menyalakan lampu.
BACA JUGA:Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 69
Mengambil baju hijau ibunya dari tempat tidur, dan mengembalikannya ke dalam lemari.
Dia melirik jam dinding.
Pukul tujuh lebih lima menit.
Sebentar lagi waktunya makan malam.
Sejak pulang kuliah sore tadi, dia belum masuk ke kamarnya.
Dia merasa tubuhnya lengket dengan baju karena keringat.
Tanpa sadar dia membaui sendiri ketiaknya.
Dan dia nyengir sendiri setelahnya.
Iben segera berlari ke kamarnya sendiri di lantai atas.
Langsung masuk kamar mandi.
Sebentar kemudian terdengar shower mendesis.
Iben mengguyur seluruh tubuhnya.
Dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Sepertinya tak ingin tersisa sebutir debu pun yang masih melekat pada tubuhnya.
Mbok Siti sudah selesai menyiapkan meja makan.
Makan malam yang tidak istimewa.
BACA JUGA:5 Tips Menyusun Resolusi Sederhana untuk Tahun 2022 yang Lebih Bermakna
Ada nasi, sayur lodeh, goreng ikan, tahu dan tempe goreng, dan tak lupa sambal yang dihidangkan dengan cobek batu ukuran sedang. Di sudut meja, ada nampan cukup lebar, di atasnya tertata gelas-gelas minuman.
Ada gelas berisi teh hangat, ada pula gelas berisi air putih yang bening.
Beningnya air dalam gelas semakin tampak berkilauan terpapar cahaya lampu yang tergantung persis di atas meja.
Masih ada satu wadah plastik cukup besar di samping nampan gelas, tampak isinya, yaitu kerupuk terung berwarna putih, yang tampaknya renyah saat digigit.
Mbok Siti benar-benar ahlinya untuk urusan dapur dan meja makan.
Menu cukup sederhana.
Tapi mampu mengundang selera siapa saja yang sudah duduk menghadapinya.
Sekali lagi Mbok Siti menyempurnakan penataan meja makan.
Disentuhnya dua piring yang diletakkan berseberangan, seolah belum yakin dan belum puas dengan posisinya.
Juga serbet makan digesernya sedikit agak menjauh dari piring-piring itu.
Hanya ada dua piring.
BACA JUGA:Fakta Baru Kasus Herry Wirawan, Berbohong Usia Korban hingga Memperkosa Sepupu Sendiri
Karena yang akan makan malam memang hanya ada dua orang. Lita dan Iben.
Setelah merasa puas dengan penataan meja makan, Mbok Siti menghampiri Lita yang masih asyik melihat acara televisi di ruang depan.
“Meja sudah siap, Neng.” Sapa Mbok Siti lembut dari belakang Lita.
“Oh, ya, Mbok. Coba panggil Iben untuk turun, Mbok.” Kata Lita sambil menengok ke belakang.
“Baik, Neng.”
Berkata begitu, Mbok Siti terus berbalik melangkah menaiki tangga menuju ke kamar Iben.
Di lantai atas sangat sepi.
Yang terdengar hanya suara televisi dari ruang depan di bawah.
Suara televisi itu ditimpali oleh suara gesekan sandal Mbok Siti setiap kakinya melangkah.
Mbok Siti diam sebentar di depan pintu kamar Iben.
Kepalanya sedikit miring, mendekatkan telinga ke daun pintu yang tertutup rapat.
Seolah Mbok Siti ingin mencuri dengar, suara apa yang ada di dalam kamar.
Tapi tidak terdengar suara apa-apa.
Tetap sepi. Hanya suara televisi dari bawah yang menyusupi telinganya.
Tok…Tok…Tok…
Mbok Siti mengetuk pintu pelan.
Tidak ada respon dari dalam.
Mbok Siti menunggu beberapa saat.
BACA JUGA:Komunitas Penulis Perempuan Purbalingga Meluncurkan Buku Bertajuk Potret Diri
Masih tidak ada respon.
Kembali Mbok Siti mengangkat tangan mau mengetuk pintu.
Tapi sebelum buku-buku tengah jemarinya menyentuh pintu, pintu itu mendadak terbuka.
Iben sudah berdiri di tengah pintu.
Sudah rapi.
Tubuhnya terbungkus celana jin dengan kaos T-Shirt putih kombinasi warna biru pada tepi kerah dan ujung lengan.
Mbok Siti memandang Iben sebentar, lalu tersenyum lebar.
“Sudah ditunggu Neng Lita di bawah, Den,” katanya dengan nada lembut.
“Iya, Mbok. Ma kasih. Yuk, kita turun.” sahut Iben sambil menutup pintu kamar.
Mbok Siti dan Iben turun.
Sedang Lita sudah menunggu di meja makan.
Lita masih dengan dandanan sore tadi.
Baju hijau muda.
Rambut diikat ekor kuda.
Dia duduk anggun di kursi menghadapi menu makan malam yang mengundang selera.
Ketika sampai di bawah, Iben berhenti sejenak melihat Lita yang sudah duduk menunggu.
Hanya sekejap.
BACA JUGA:8 Tanda Kamu Lebih Cantik dari yang Kamu Kira!
Lalu dia melangkah biasa menuju meja makan.
Mbok Siti menguntit di belakangnya.
“Ayo, Ben. Sudah hampir dingin nih. Eh, Mbok Siti sekalian saja ikut makan malam di sini. Biar tambah rame,” kata Lita sambil sedikit menggeser kursinya, sehingga menimbulkan sedikit suara gesekan antara kaki kursi dengan lantai.
“Ah, tidak Neng. Mbok sudah makan di dapur tadi. Sudah kenyang. Mbok mau ke dapur saja.” Mbok Siti cepat menjawab, dan cepat pula berlalu menghilang ke ruang belakang.
Sedang Iben tidak berkata sepatah pun.
Mulutnya bungkam.
Dia pelan menarik kursi di seberang meja, dan duduk berhadapan dengan Lita.
Sekilas dia melirik Lita, selebihnya menundukkan kepala.
Baru kali ini Iben merasa serba salah, serba canggung, menghadapi Lita yang berdandan menyerupai ibunya.
Pikirannya mengatakan, yang ada di depannya adalah Lita, ibu tirinya, yang hanya terpaut umur lima tahun lebih tua dari umurnya.
Pikirannya mengatakan, dia tidak suka kehadiran wanita ini di rumahnya.
Dia tidak suka bahkan benci dengan wanita muda yang merebut posisi ibunya.
Tapi, dia juga tidak memungkiri.
Kini perasaannya harus jujur.
Lita dengan baju hijau itu mampu menyejukkan matanya.
Menenteramkan hatinya.
Lita dengan rambut diikat ekor kuda itu membangkitkan kerinduannya kepada ibunya.
Lita dengan parfum yang sama dengan parfum ibunya, aroma tubuhnya mampu membuatnya serasa melayang entah ke mana dan di mana.
Jadinya Iben hanya duduk diam termenung, seperti orang bloon saja.
Bahkan dia merasa saat ini seperti begitu dekat dengan ibunya.
“Hei… Kok malah melamun? Ayo, kita mulai makan. Aku sudah lapar nih.”
Lita mengejutkan Iben.
Iben mendongakkan kepala.
Memandang Lita masih dengan mulut terkunci.
KOMENTAR : weesenha@gmail.com***