23.6 C
Central Java
Kamis, 19 Juni 2025

Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 27

Banyak Dibaca

Sejak Minggu 24 Oktober 2021, OPINIJATENG.com menyajikan novel “Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang” karya Wardjito Soeharso, novelis asal Kota Semarang, secara bersambung (serial). Semoga bermanfaat. (red)

Wardjito Soeharso

OPINIJATENG.COM –

Perpustakaan kampus menjadi lebih ramai dari biasanya.

Kuliah tengah semester selalu dipenuhi tugas oleh dosen.

Begitu juga dengan Iben dan kawan-kawan, mereka mendapat tugas untuk menulis kajian atau kritik terhadap karya sastra dalam konteks perubahan sosial, ekonomi, dan politik.

Setiap mahasiswa wajib mencari referensi buku-buku yang berkaitan dengan konteks tema.

Kriteria buku referensi bisa merupakan perkembangan ekonomi, kritik ekonomi, kejahatan ekonomi, dan lain sebagainya.

Iben memilih pendekatan ilmu ekonomi untuk disandingkan dengan analisis tema novel yang dibacanya.

Jadi dia harus mencari buku dari pengamat-pengamat ekonomi terkenal.

Ketika dia sedang asyik melihat-lihat deretan buku-buku di rak kategori ekonomi, matanya melihat nama ‘Jack Johnson’ pada sebuah buku berjudul ‘Politics on Economics.’

BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 24
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 23
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 22
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 21

Iben sedikit terkejut.

Beberapa novel milik Jack Johnson ada di rak buku Iben.

Selama ini Iben hanya mengenal Jack Johnson sebagai penulis novel yang terkenal dengan sebutan Je-Je.

Genre tulisannya adalah suspense-action.

Dia bercerita banyak hal tentang tindak kriminalitas ekonomi melalui novel-novelnya.

Iben sangat menyukai novel-novel Je-Je karena alur ceritanya sangat runtut.

Penataan setting-nya sangat cermat.

Membaca fiksi jadi seperti mengikuti depth-investigative reporting, reportase selidik mendalam, dari seorang wartawan yang sangat mumpuni.

Sudah barang tentu, bumbu-bumbu ketegangannya juga terjaga dari awal sampai klimaks, membuat pembaca tidak ingin berhenti membaca sampai lembar terakhir.

“Dit kamu tahu ‘Je-Je’ kan?” tanya Iben pada Dodit.

“Tahu lah, dia kan penulis panutanku,” jawab Dodit dengan meletakan kedua tangan di dada seolah menunjukan ‘Je-Je’ ada di hatinya.

“Aku pikir dia hanya menulis novel,” kata Iben.

“Banyak orang mengenalnya sebagai penulis novel, tapi orang Amerika mengaguminya sebagai pengamat ekonomi. Dia terkenal sebagai penggagas humanism approaches on economics, ekonomi dengan pendekatan humanisme. Antitesis dari ekonomi kapitalistik. Jadi kamu pakai bukunya juga untuk tugas kuliahmu?”

“Ya begitulah, aku penasaran. Dia lebih hebat menulis buku fiksi atau non fiksi. Ceritakan tentang dia, Dit!” pinta Iben antusias.

“Yang benar saja. Kamu benar-benar tidak tahu siapa dia?” tanya Dodit sambil mukanya cemberut, yang hanya dijawab senyuman oleh Iben.

“Kamu tidak pernah membaca biografinya?” tanya Dodit lagi. Dan kali ini Iben menggelengkan kepala.

“Parah! Kamu baca novelnya tapi tidak baca biografi penulisnya. Memang si dia sedikit misterius, tapi itu yang menarik.”

“Aku pikir itu tidak penting, tapi sekarang aku rasa jadi penting. Apa yang misterius?”

“Je-Je.. Dia itu mantan wartawan.”

Katanya pernah lama ditugaskan di Indonesia.

Dia sudah menjelajahi banyak wilayah Nusantara.

Pendekatannya tentang ekonomi humanis katanya banyak terinspirasi oleh pengalamannya selama bertugas di Indonesia.

Dia melihat secara langsung kondisi ekonomi masyarakat kita.

Dari sanalah dia mengembangkan ide ekonomi humanisme sebagai koreksi terhadap ekonomi kapitalistik.

Di Amerika, walaupun bukan akademisi, tetapi banyak orang menghormatinya karena pemikirannya yang tajam.

Dia menulis buku-buku fiksi dan non fiksi.

Beberapa bukunya menjadi best seller.

Novelnya yang jadi masterpiece adalah ‘Love Under the Roof’, yang sudah diterjemahkan dalam versi bahasa Indonesia, berjudul ‘Cinta Satu Atap.’

“Nah, yang misterius adalah tentang dirinya.”

“Aku sudah baca itu. Apa Maksudnya misterius?”

“Kabarnya Jack Johnson itu hanya nama pena. Dia juga tidak pernah mengungkapkan data pribadi seperti tanggal lahirnya, tempat tinggalnya di Indonesia atau di Amerika. Dia hanya punya official website, jadi sulit mencari informasi pribadinya.”

“Yah… itu wajar lah, mungkin dia menghindari fans-fans fanatik,” jawab Iben santai.

“Heh… Kamu pikir buku-bukunya dibaca ABG alay?! Pembacanya itu orang-orang berkelas, tahu!” sergah Dodit.

“Justru karena dia jadi panutanmu, itulah kesimpulan yang kubuat.”

“Ya ampun! Kamu pikir aku ini ABG alay?! Siapa pun pasti penasaran dengan orang hebat seperti dia. Hanya mempublish nama pena dan universitasnya di Amerika kan keterlaluan.”

“Universitas mana?” tanya Iben. Dodit membuka buku ‘Je-Je’ di halaman paling belakang dan menunjuk universitas yang tertulis di biografinya.

Iben dan Dodit kemudian larut dalam bacaanya masing-masing.

Mereka adalah sahabat dekat dengan kehidupan masing-masing yang sangat berbeda.

Dodit mencintai dunia ekonomi dan rela jungkir balik agar bisa belajar perpajakan.

Dodit ingin membuat semua warga Indonesia taat bayar pajak dan menghukum semua orang yang berbuat curang dalam pajak.

Orang-orang yang telah menyulitkan kehidupan rakyat miskin seperti keluarga Dodit, harus diburu dan dipenjarakan.

Penjahat ekonomi justru lebih berbahaya daripada penjahat jalanan.

Dodit selalu iri pada Iben yang punya segalanya dan tidak perlu susah payah mencari beasiswa untuk kuliah.

Iben selalu iri pada Dodit karena bisa menentukan mimpinya sendiri dan selalu ada kebahagiaan di keluarga kecilnya yang hidup serba kekurangan. (Bersambung)

KOMENTAR : weesenha@gmail.com***

Artikel Terkait

Artikel Terakhir

Populer