23.9 C
Central Java
Sabtu, 14 Juni 2025

Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 21

Banyak Dibaca

Sejak Minggu 24 Oktober 2021, OPINIJATENG.com menyajikan novel “Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang” karya Wardjito Soeharso, novelis asal Kota Semarang, secara bersambung (serial). Semoga bermanfaat. (red)

Wardjito Soeharso

OPINIJATENG.COM –

Aku masih ingat ketika Kak Ikang pulang setelah lulus SMA di Boston. Dia berlibur selama hampir dua bulan.

Dia juga sudah diterima di universitas ternama, Boston College, katanya.

Dia mengambil jurusan Manajemen Bisnis, sesuai keinginan ayah.

Selama Kak Ikang di rumah, hampir tidak pernah akur dengan Kak Ibas.

Selalu ada hal-hal kecil yang jadi bahan ribut di antara mereka.

“Hahaha… adik-adikku sangat lucu, yang satu menghabiskan hidup dengan gitarnya dan yang satunya dengan buku-bukunya, sungguh membosankan,” ucap Kak Ikang sambil mabuk.

Saat itu, Kak Ikang pulang dari luar rumah, jalan agak sempoyongan.

“Hahaha… kakakku sungguh menyedihkan, bodoh! Kebahagiaanmu itu kematianmu,” begitulah kata Kak Ibas sinis pada Kak Ikang.

Aku hanya bisa melihat mereka bertengkar dari balik pintu.

Aku takut saat Kak Ikang sedang mabuk dan aku takut saat Kak Ibas sedang marah.

Aku membatalkan niatku untuk keluar pintu menuju ruang tengah.

BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 1
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 2
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 3
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 4
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 5
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 6
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 7
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 8
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 9
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 10
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 11
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 12
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 13
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 14
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 15
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 16
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 17
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 18

Tapi Kak Ibas menyadari keberadaanku.

“Apa hanya minum saja yang bisa kakak lakukan, kenapa tidak mencoba narkoba sekalian. Jadilah pecandu! Habiskan uang ayah. Aku akan bahagia melihatnya,” Kak Ibas kemudian pergi sambil menenteng gitarnya dan aku mengikutinya.

Begitulah hubungan yang terjadi di antara kedua kakakku.

Ibaratnya seperti anjing dan kucing.

Keduanya selalu saling memandang salah pada setiap gerak dan sikapnya.

Akhirnya, akupun harus ikut terseret pada arus persaingan atau pertikaian itu.

Dan aku tentu lebih berpihak pada Kak Ibas.

Setelah Kak Ikang pergi ke Boston, aku dan Kak Ibas merasa lebih tenang di rumah.

Tapi situasinya berbeda dengan ibu.

Kepergian Kak Ikang mengawali hilangnya kebahagiaan yang tersisa di keluargaku.

Tiap hari ibu mencoba berkomunikasi dengan Kak Ikang tapi jarang tersambung.

Lain kalau ayah yang menghubungi Kak Ikang.

Tidak ada hal lain yang bisa ibu lakukan selain menerima keadaan.

“Ikang meneleponmu kan? Dia baik-baik saja kan?” Tanya ibu pada ayah di saat makan malam.

“Dia menelepon dan menanyakan uang, dia baik-baik saja,” jawab ayah singkat.

Sebenarnya aku tidak pernah yakin jika ayah berkata kakakku ‘baik-baik saja’.

Aku tidak yakin ada komunikasi di antara keduanya karena ayah selalu sibuk dengan dunianya.

Aku, Kak Ibas, dan ibu yang selalu ada di rumah saja tak diacuhkan apa lagi yang jauh di Amerika.

Tapi ayah selalu menganggap dirinya orang yang paling peduli dengan Kak Ikang karena dia tidak pernah telat memberi uang dan membayarkan tagihan kartu kredit kakakku yang terkadang jumlahnya tak bisa kubayangkan. (bersambung)

KOMENTAR : weesenha@gmail.com***

Artikel Terkait

Artikel Terakhir

Populer