Sejak Minggu 24 Oktober 2021, OPINIJATENG.com menyajikan novel “Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang” karya Wardjito Soeharso, novelis asal Kota Semarang, secara bersambung (serial). Semoga bermanfaat. (red)

OPINIJATENG.com –
“Drett... Drett… Drett…”
Ipo kaget, handphone Theo bergetar di dalam tas tangannya.
Dia meraih tas tangannya yang ada di atas meja tidur, dan melihat siapa yang menelepon suaminya.
“Lita?!” Ipo penasaran dengan wanita yang menelepon suaminya di malam hari dan kemudian dengan perasaan deg-degan menjawab panggilan tersebut.
“Halo, Om Theo. Jadi datang kan? Kok lama sih?” Terdengar suara wanita yang merengek manja di seberang sana.
Ipo diam mematung. Dia merasa telinganya seperti baru saja dihantam palu godam yang sangat keras.
Tiba-tiba kamarnya jadi gelap. Hitam pekat.
“Halo, Om? Halooo…?” Masih terdengar suara di ujung telepon, “Aku tunggu ya…”
“Tut… tut… tut…”
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 1
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 2
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 3
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 4
Kamar pun sunyi.
Di luar kamar Ipo, Iben ragu-ragu.
Iben menghentikan langkahnya tepat di depan kamar ibunya.
Hatinya benar-benar tidak tenang.
Pelan, dia mengetuk pintu kamar.
“Tok… Tok… Tok…”
“Ibu ini Iben, ibu di dalam kan?”
Iben mengetuk tiga kali.
Tidak ada jawaban.
“Sedang apa kau di situ?”
Iben menengok ke arah sumber suara yang ternyata adalah ayahnya.
Karena Iben diam saja, Theo segera mendekat dan membuka pintu kamar yang ternyata tidak terkunci.
Begitu pintu terbuka,Theo mematung di depan pintu.
Dia terpana kaget dengan apa yang dilihatnya.
Di belakang Theo, Iben ikut cemas melihat ayahnya yang membeku.
“Ke.. Kenapa, Yah?” Iben bertanya gugup.
Theo segera sadar dan melompat mendekati Ipo.
Iben mengikuti hal yang sama dengan ayahnya.
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 5
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 6
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 7
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 8
Di atas tempat tidur, tubuh Ipo tergeletak lemas tak berdaya.
“Ibu…!” Teriak Iben yang segera menubruk memeluk ibunya.
“Ipo! Bangun…!” Theo juga menggoyang-goyangkan tubuh istrinya.
“Bawa ibu ke rumah sakit, ayo!” seru Iben yang kemudian membopong ibunya dibawa keluar kamar.
Di bawah, Theo berteriak memanggil Pak Anwar.
“Pak Anwar! Cepat siapkan mobil…”
Seperti kesetanan Pak Anwar mengemudikan mobil dengan cepat.
Di jok kursi belakang, Iben memeluk ibunya erat.
“Ibu… Bertahanlah, ibu!” bisiknya di telinga ibunya.
Raga bisa dipeluk kapan saja, bahkan setelah jiwa seseorang telah tiada.
Tapi Iben masih berharap ibunya akan selamat sehingga dia bisa memeluk ibunya dengan jiwa dan raga.
Iben menggenggam tangan ibunya yang dingin dan meniupkan udara hangat dari mulutnya.
Selama ini ibunya selalu menggenggamnya dengan kehangatan.
Dan sekarang ibunya kedinginan di malam yang lebih gelap dari biasanya.
Tanpa terasa air mata Iben mengalir dari ujung matanya.
Tiba di rumah sakit, Ipo segera digeledek menuju Instalasi Gawat Darurat.
Dokter dan Petugas Medis lainnya dengan cepat memasang berbagai alat ke tubuh Ipo.
Hidungnya diberi selang bantuan oksigen.
Kemudian beberapa obat suntik dimasukkan lewat nadi tangannya.
Mereka tampak berusaha keras menolong Ipo yang masih saja tergolek lemas tanpa gerak sedikit pun.
“Dokter! Selamatkan ibu saya. Tolong dokter!”
Iben setengah berteriak kepada dokter yang masih sibuk membantu menyadarkan Ipo. (bersambung)
KOMENTAR : weesenha@gmail.com***