23.6 C
Central Java
Kamis, 19 Juni 2025

Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 46

Banyak Dibaca

Sejak Minggu 24 Oktober 2021, OPINIJATENG.com menyajikan novel “Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang” karya Wardjito Soeharso, novelis asal Kota Semarang, secara bersambung (serial). Semoga bermanfaat. (red)

OPINIJATENG.COM –

Teman-teman Lita heran dan tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi.

Kenyataan yang sedang mereka lihat jauh berbeda dengan apa yang selalu diceritakan oleh Lita.

Mereka memilih diam tapi memperhatikan.

Sementara itu, Lita mulai terlihat salah tingkah.

“Ibu hanya mengadakan pesta kecil, nak, maaf ibu sedikit mengganggumu.”

“Kamu bukan ibuku dan aku bukan anakmu. Cepat bubarkan mereka atau aku akan panggil polisi untuk membereskan mereka!”

“Iben! Sopanlah sedikit, mereka ini teman-teman ibu.”

“Kamu! Sopanlah sedikit! Ini rumahku dan kamu tidak mempunyai izin untuk melakukan apapun sesuka hatimu.”

“Tentu saja aku punya. Ayahmu sendiri yang memberikan hak itu padaku dan aku tidak perlu persetujuan darimu untuk melakukan apapun yang aku mau.”

“Baiklah akan kutelepon polisi,” Iben mengambil handphone dari kantong celananya.

“Berhenti! Kau gila!”

BACA JUGA: Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 45
BACA JUGA: Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 44

Lita merebut handphone di tangan Iben.

“Semuanya, tolong maafkan aku. Kalian bisa pulang sekarang, sekali lagi tolong maafkan aku.”

Lita minta maaf dengan sungguh-sungguh pada teman-temannya dan meminta mereka untuk pulang saja.

Satu persatu, teman-teman keluar ruangan dan langsung pergi meninggalkan rumah dengan tanda tanya berkecamuk di dalam otaknya.
Melihat semua teman-temannya pergi, tanpa terasa air mata Lita menetes.

Dia merasa itu adalah saat terakhir dia bisa bersenang-senang dengan teman-temannya.

Lita sudah tidak punya muka di hadapan teman-temannya dan teman-temannya akan menjauhi Lita karena tahu Lita tidak bisa dimanfaatkan lagi.

“Jadi ini yang kamu lakukan saat ayah dan aku tidak ada? Jangan harap kamu bisa melakukannya lagi.”

Iben melangkah meninggalkan Lita menuju tangga untuk naik ke ke kamarnya.

“Apa kamu sudah puas! Kamu boleh melakukan apa pun yang kamu mau, kenapa aku tidak boleh!”

Lita berteriak dan memaki Iben.

Tapi Iben menoleh pun tidak.

Dia langsung menuju kamar dan masuk kamar dengan membanting pintu kamarnya.

Braaakkk…!

Lita menangis tersedu-sedu dan tidak beranjak dari posisi berdiri termangunya sejak tadi.

Ini adalah pengalaman pertama baginya.

Pengalaman pertama membuka kesempatan perang terbuka dengan Iben, anak tirinya.

KOMENTAR : weesenha@gmail.com***

Artikel Terkait

Artikel Terakhir

Populer