Sejak Minggu 24 Oktober 2021, OPINIJATENG.com menyajikan novel “Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang” karya Wardjito Soeharso, novelis asal Kota Semarang, secara bersambung (serial). Semoga bermanfaat. (red)
OPINIJATENG.COM –
Pelan-pelan Lita mengambil kapas dan membersihkan sisa-sisa bedak yang masih menempel di wajahnya.
Lita terlihat sangat pucat.
Dia kemudian mengambil lipstick dan memoles bibirnya sehingga tampak agak kemerahan.
Ada semacam rasa tidak puas pada dirinya sendiri, rasa takut melihat wajahnya tidak secantik biasanya.
BACA JUGA : Orang Tua, Kunci Surga yang Terlalaikan
Marah, jengkel, kecewa, ingin menangis, semua bercampur aduk jadi satu, terasa sangat berat menekan dadanya.
Tanpa sadar lipstick yang masih dipegangnya itu lalu ditekankan dengan kuat ke bibirnya.
Saking kuatnya dia menekan, lip stick di tangannya bahkan melampaui ujung bibirnya dan membuat goresan warna merah panjang di pipinya.
Lita makin tak terkendali dan meluapkan emosinya dengan menggoreskan lipstick itu secara ngawur ke seluruh bagian wajahnya, sehingga lipstick itu patah.
Lita melemparkan lip stick yang sudah patah ke cermin di depannya.
Terdengar suara nyaring dua benda keras beradu ketika lipstick menghantam cermin dan mental terlempar entah ke mana.
Lita kembali melihat wajahnya di cermin.
Wajah yang penuh celemong merah tidak karuan bentuknya.
Tiba-tiba matanya melotot, mulutnya menyeringai dan kedua tangannya terangkat.
Sebentar kemudian, kedua tangannya mengibas menyibak ke kiri dan ke kanan.
Semua peralatan make up di atas meja rias terlempar berantakan terkena kibasan kedua tangannya.
BACA JUGA: Kunci Jawaban Tema 5 Kelas 1 Halaman 36, 38, 39 Pembelajaran 6 Sub Tema 1 Pengalaman Masa Kecil
Dia mengamuk membuang semua make up yang ada di atas meja riasnya.
Setelah puas mengobrak abrik meja rias, dia lalu menjambak rambutnya dan merasakan pening yang amat sangat di kepalanya.
Lita benar-benar kacau, tubuhnya lemas, jatuh terduduk di lantai, dan pecahlah tangisnya.
Entah untuk alasan apa, semua perasaannya pagi itu hanya bisa diungkapkan dengan air mata.
***
“Selamat pagi,” Lita menyapa Iben dan Mbok Siti yang sedang ada di ruang makan.
“Pagi,” hanya Mbok Siti yang menjawab.
Tidak biasanya Lita tersenyum pada Mbok Siti.
Mbok Siti heran melihat perubahan sikap Lita yang sangat tiba-tiba, begitu juga Iben.
Tapi Iben tetap fokus pada sarapannya dan tidak mempedulikan Lita.
Walau wajahnya tersenyum tapi Lita juga tetap tidak acuh pada Iben.
Lita duduk di kursi sebelah Iben.
Tanpa bicara mengambil nasi dan lauk secukupnya, lalu menikmati sarapan paginya.
Terlihat Lita sangat menikmati.
Selesai makan, Lita kembali menganggukkan kepala kepada Mbok Siti dan Iben, dan bergegas melangkah pergi kembali masuk ke kamarnya.
“Dia sangat pucat,” ucap Mbok Siti setelah Lita pergi.
“Terlalu banyak minum alkohol.”
Mbok Siti terkejut saat Iben menanggapi ucapannya.
“Sepertinya Tuan Theo tidak tahu dia pulang pagi setiap hari.”
“Biarkan saja Mbok. Terserah dia mau melakukan apa,” ucap Iben.
“Den, boleh saya mengatakan sesuatu?” Tanya Mbok Siti dengan ragu-ragu,
“Kenapa Mbok?”
“Saya prihatin melihat Nyonya Lita. Dia pasti sangat frustasi. Dia tidak pernah mengganggu Den Iben lagi tapi dia menyiksa dirinya sendiri. Baik Den Iben atau dia, kalian tidak ada yang bersalah dalam hal ini.”
Iben bisa mengerti maksud perkataan Mbok Siti yang agak kacau itu.
Dia ingin Iben tidak bersikap kasar lagi pada Lita dan melupakan kejadian yang sudah lalu.
BACA JUGA: Orangtua, Kunci Surga yang Terlalaikan
Iben diam dan mendengarkan.
“Manusia sakit hati justru karena orang yang paling dia cintai.”
Mbok Siti bergumam lagi.
Iben tidak mengerti ke mana arah gumaman Mbok Siti.
Seharian Lita tidak keluar dari kamarnya.
Mbok Siti mengkhawatirkan Lita karena dia paham betul Lita sedang tidak enak badan.
Dia segera ke kamar Lita dan membawakan Lita segelas susu.
Berulang kali Mbok Siti mengetuk pintu kamar Lita tapi tidak ada jawaban.
Karena pintunya tidak terkunci Mbok Siti memberanikan diri masuk dan melihat Lita yang masih berbaring di ranjangnya.
“Permisi Nyonya,” sapa Mbok Siti pelan.
Ternyata Lita tidak tidur.
Dia menoleh, kemudian tersenyum melihat Mbok Siti.
“Boleh saya duduk di sini nyonya?”
Lita mengedipkan matanya sebagai pengganti jawaban iya.
Mbok Siti mendekati ranjang dan duduk di sebelah Lita yang terlihat sangat pucat.
Mbok Siti memegang kening Lita, dan menyadari dia sedang demam tinggi.
“Nyonya sakit!”
Mbok Siti segera beranjak dari ranjang, setengah berlari masuk kamar mandi.
Sebentar kemudian dia sudah keluar lagi membawa gayung berisi air dingin dan handuk kecil.
Dia lalu mengompres kening Lita dengan handuk kecil yang sudah dibasahi air dingin.
BACA JUGA: Kunci Jawaban Tema 5 Kelas 3 Halaman 103, 105, 107 Pembelajaran 5 Sub Tema 2 Perubahan Cuaca
“Terima kasih Mbok,” ucap Lita sambil memegang tangan Mbok Siti.
“Apa perlu saya panggil dokter, Nyonya?”
Lita menjawab dengan menggelengkan kepala.
“Bagaimana dengan tuan Theo? Apakah tidak perlu diberi tahu?”
“Jangan Mbok, aku baik-baik saja.”
“Baiklah, istirahat saja dengan tenang, Nyonya.”
Sambil berkata begitu tangan Mbok Siti mulai memijat kaki Lita.
Lita memejamkan mata dan setetes cairan bening mengalir dari ekor matanya.
Mbok Siti tersentuh melihat Lita yang menangis sambil tidur.
Mbok Siti sedih melihat Lita.
Dia selalu ingin mempunyai seorang putri tetapi kenyataannya Mbok Siti tidak dianugerahi keturunan.
Melihat Lita tergolek lemah tidak berdaya, muncul perasaan halus sebagai seorang ibu dari dalam hati kecil Mbok Siti.
Selama ini dia mengidamkan anak perempuan yang cantik seperti Lita.
Mempercayai orang yang dibenci sangatlah sulit.
Itu yang dirasakan Iben saat mengetahui Lita sakit.
Dia berpikir Lita hanya berpura-pura untuk mencari perhatian.
Iben merasa dia tidak punya alasan dan tidak punya urusan untuk peduli dengan keadaan Lita, terlebih lagi Lita sendiri yang menyebabkan dirinya sakit.
Iben melihat Mbok Siti yang sedang sibuk di dapur.
Dia heran dengan perubahan Mbok Siti yang menjadi sangat peduli dan bersemangat merawat Lita.
“Buat apa Mbok?” Tanya Iben mendekati Mbok Siti yang sedang sibuk masak.
”Sup untuk nyonya Lita, demamnya sangat tinggi,” jawab Mbok Siti.
“Apa dia benar-benar sakit? Hati-hati Mbok, dia bisa berakting dengan sangat baik.”
Mbok Siti menghentikan kegiatan memotong sayurnya dan menatap Iben.
“Semua manusia bisa sakit, Den.”
Iben hanya mengangguk mendengar jawaban Mbk Siti, dan kemudian pergi.
Sementara itu Theo di luar negeri tidak memberi kabar apa pun pada Lita.
Tidak mengangkat telepon dan tidak mengirim pesan.
Kelakuan Theo membuat Lita curiga.
BACA JUGA: Kunci Jawaban Tema 6 Kelas 4 Halaman 103, 104, 106 Pembelajaran 5 Sub Tema 2 Hebatnya Cita-Citaku
Dia takut dia akan mengalami apa yang dulu pernah dialami oleh Ipo.
Dilupakan dan dicampakkan atau mungkin yang lebih parah lagi yaitu harus menerima dimadu jika Theo pulang membawa wanita lain.
Semua perasaan syak wasangka curiga itu semakin memperburuk keadaan Lita.
Dia merasa seperti berada dalam belitan yang menyesakkan.
Masalah baru belum selesai, muncul masalah-masalah lainnya.
KOMENTAR : weesenha@gmail.com***