23.6 C
Central Java
Kamis, 19 Juni 2025

Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 39

Banyak Dibaca

Sejak Minggu 24 Oktober 2021, OPINIJATENG.com menyajikan novel “Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang” karya Wardjito Soeharso, novelis asal Kota Semarang, secara bersambung (serial). Semoga bermanfaat. (red)

Wardjito Soeharso

OPINIJATENG.COM –

Kehangatan sinar mentari yang menyusup melalui celah-celah jendela, membangunkan Iben dari tidurnya.

Iben mendapati seorang wanita sedang berdiri meletakkan segelas susu di sampingnya.

“Selamat pagi, kamu sudah bangun?”

Iben diam sesaat.

Matanya berkedip-kedip mencoba menyesuaikan dengan cahaya lampu kamar.

Dia sangat kaget melihat Lita ada di kamarnya pada saat dia tertidur.

“Apa yang kamu lakukan di sini?! Keluar!”

Spontan Iben bangun dari tempat tidur dan menyeret Lita keluar dari kamarnya.

“Hey… hey… Aku ini ibumu, tidak bisakah kamu sopan sedikit padaku?”

“Jangan harap kamu bisa menjadi ibuku. Aku tidak butuh ibu sepertimu! Jangan pernah masuk ke kamarku lagi!”

Iben melemparkan gelas penuh susu yang tadi diletakkan Lita di atas meja.

Pyaaaarrr….!

Suara pecahan gelas dan pintu yang dibanting mengagetkan Mbok Siti.

Dia yang sedang memasak di dapur segera berlari mencari tahu apa yang terjadi.

Dia melihat Lita dengan kemarahan di wajahnya. Pecahan gelas dan susu berserakan di lantai.

“Biar saya yang bersihkan, Bu.” tergopoh-gopoh Mbok Siti mendekati Lita yang hanya berdiri mematung diam sambil menggigit bibir dan tangan mengepal keras.

“Memang kamu yang harus bersihkan!”

Lita bicara pelan tapi penuh tekanan. Dia menendang pecahan gelas dengan sandalnya.

“Satu lagi Mbok, jangan panggil aku ibu. Panggil aku Nyonya.”

“Iyyaa…iya, Nyonya…”

Di dalam hati Mbok Siti sangat kesal karena sikap dan kelakuan Lita yang arogan dan sombong.

Dia bisa memahami perasaan Iben.

Mbok Siti membersihkan pecahan gelas dan ceceran susu di lantai, kemudian pergi kembali ke belakang.

Dia tidak ingin mengganggu Iben yang menurutnya butuh waktu untuk menyendiri dan menenangkan diri.

BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 36
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 35
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 34
BACA JUGA : Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang – 33

Lita menemui Theo dan melaporkan semua kelakuan Iben padanya.

“Padahal aku hanya ingin pamitan. Apa itu salah?”

Lita berpura-pura sedih.

“Anak itu memang kurang ajar!”

“Sepertinya istrimu yang sudah meninggal itu tidak becus menjadi ibu dan isteri.”

Theo tidak menghiraukan perkataan Lita dan pergi ke kamar Iben.

“Buka pintunya!”

Iben sudah bisa menebak apa yang terjadi.

Lita melaporkannya pada ayah dan ayah marah.

Iben tidak menggubris ayahnya dan memejamkan matanya, berusaha untuk tidur lagi.

“Berhenti bertingkah seperti anak kecil atau Ayah akan menghukummu!”

Selesai bicara Theo langsung balik badan kembali turun ke lantai bawah.

Mendengar makian ayahnya Iben sama sekali tidak takut.

Hal itu justru membuatnya tersenyum kecil.

“Anak kecil? Menghukum? Hahaha… Ayah! Hukuman seperti apa yang ayah inginkan? Semua ini sudah terasa lebih dari siksaan darimu,” ucap Iben di dalam hati.

Sementara itu, di Bandara Ibas termenung melihat jadwal penerbangan.

Satu jam lagi pesawatnya akan membawanya terbang ke Australia.

Entah kapan dia akan kembali ke Indonesia.

Masih adakah alasan untuknya kembali?

Semua pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk di pikiran Ibas.

“Hati-hati ya sayang, telepon ke rumah kalau sudah sampai di sana nanti.”

“Iya, Bu.”

Mendengar percakapan itu, Ibas tersadar dari lamunannya.

Dia melihat seorang anak laki-laki bersama ibu dan ayah yang mengantarnya ke bandara.

Bersama mereka ada seorang anak kecil yang merengek terus minta oleh-oleh.

Sepertinya anak kecil itu adalah adiknya.

Ibunya terlihat sangat khawatir berpisah dengan anaknya.

Sang ayah tampak lebih banyak diam meski kekhawatiran tampak pula di wajahnya.

Ibas tersentuh.

Dia merasa iri.

Saat pertama dia pergi ke Australia, tidak ada yang mengantarnya karena dia pergi diam-diam, dan begitu seterusnya.

Ibas sebenarnya sering pulang pergi dari Indonesia-Australia tapi hanya untuk mengurus pekerjaannya di Indonesia dan sama sekali tidak pulang ke rumahnya.

Saat ini Ibas pulang ke rumah karena ibunya meninggal, dan nanti Ibas tidak tahu apa dia masih punya alasan untuk pulang ke rumah atau tidak.

KOMENTAR : weesenha@gmail.com***

Artikel Terkait

Artikel Terakhir

Populer